jatimnow.com - Fenomena “hujan mikroplastik” kini bukan sekadar istilah ilmiah, tetapi kenyataan yang sedang terjadi di Jakarta. Hasil riset gabungan Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) dan Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SEIJ) menunjukkan bahwa udara Jakarta mengandung partikel mikroplastik paling tinggi di Indonesia, yang kemudian terserap dan larut dalam air hujan.
Penelitian ini memperkuat temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang sebelumnya menemukan mikroplastik dalam setiap meter persegi air hujan di ibu kota. Peneliti BRIN, M. Reza Cordova, menjelaskan bahwa partikel plastik dalam air hujan berasal dari berbagai sumber, mulai dari serat sintetis pakaian hingga sisa pembakaran sampah plastik.
“Dalam satu meter persegi air hujan, kami menemukan rata-rata 15 partikel mikroplastik berbentuk serat sintetis dan fragmen. Sebagian besar berasal dari poliester, nilon, polietilena, polipropilen, serta residu ban kendaraan,” ungkap Reza, Kamis (23/10/2025).
Peneliti Ecoton, Rafika Aprilianti, menjelaskan bahwa mikroplastik di udara menjadi penyumbang utama tercemarnya air hujan di Jakarta. Ketika hujan turun, partikel plastik di atmosfer ikut larut ke permukaan bumi, menciptakan fenomena yang disebut wet deposition atau deposisi basah.
“Tingginya kadar mikroplastik di udara Jakarta berdampak langsung pada air hujan. Uap air di atmosfer menangkap partikel mikroplastik yang melayang di udara, sehingga ketika hujan turun, partikel itu ikut terbawa,” jelas Rafika.
Hasil analisis laboratorium Ecoton menunjukkan bahwa jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah fragmen (53,26%) dan fiber (46,14%), sedangkan film hanya 0,6%. Jenis polimer yang teridentifikasi pun beragam, mulai dari poliester, nilon, polibutadien, hingga PTFE dan epoxy resin yang banyak digunakan dalam produk industri.
“Partikel plastik ini berukuran sangat kecil, bahkan lebih kecil dari debu. Karena bentuknya mikroskopis, mereka mudah terhirup manusia, menempel pada tanaman, dan masuk ke rantai makanan,” tambahnya.
Senada, Koordinator relawan riset Ecoton, Sofi Azilan Aini, mengungkapkan bahwa lokasi pengambilan sampel udara di Jakarta meliputi Pasar Tanah Abang, Jalan Sawah Besar, dan Kawasan Ragunan. Dari ketiganya, Tanah Abang tercatat sebagai wilayah dengan kadar mikroplastik tertinggi.
“Kombinasi antara padatnya aktivitas perdagangan tekstil, lalu lintas kendaraan, dan pembakaran sampah plastik di sekitar pasar membuat wilayah ini menjadi titik panas mikroplastik,” ujar Sofi.
Menurut Sofi, kebiasaan masyarakat membakar sampah plastik di ruang terbuka menjadi penyumbang utama pencemaran udara yang kemudian berujung pada kontaminasi air hujan.
“Sekitar 57 persen kebiasaan membakar sampah plastik di permukiman padat menjadi faktor dominan. Akibatnya, partikel plastik hasil pembakaran beterbangan dan akhirnya turun bersama air hujan,” tambahnya.
Penelitian ini menggunakan metode pemantauan deposisi pasif dengan mikroskop stereo dan spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared) untuk memastikan jenis polimer. Hasilnya menunjukkan bahwa partikel mikroplastik di udara Jakarta berpotensi masuk ke sistem pernapasan manusia, kemudian mengendap di paru-paru, dan akhirnya ikut larut di air permukaan setelah hujan.
Baca juga:
Wayahe Besuk Kali Brantas, Ecoton Serukan Pemulihan Sungai Tercemar
“Mikroplastik bukan hanya limbah visual, tapi juga polutan kimiawi. Permukaannya mudah mengikat zat beracun seperti logam berat dan bahan kimia berbahaya. Itu sebabnya, toksisitasnya bisa seratus kali lebih berbahaya daripada logam berat,” kata Rafika.
Selain mengancam kesehatan manusia, hujan mikroplastik juga berdampak pada kualitas air tanah dan sistem perairan perkotaan. Partikel plastik yang terbawa air hujan akan masuk ke saluran drainase, sungai, hingga laut, memperparah siklus pencemaran plastik nasional.
Sebagai tindak lanjut dari riset ini, Ecoton mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), agar segera membuat kebijakan tegas untuk menekan sumber polusi mikroplastik dari udara dan pembakaran sampah.
Lima rekomendasi yang diajukan Ecoton meliputi:
1. Larangan total pembakaran sampah terbuka di kawasan perkotaan.
2. Pemantauan rutin kandungan mikroplastik dalam air hujan di Jakarta dan kota besar lainnya.
Baca juga:
Gugatan Ikan Mati Menang Inkracht, Ecoton 'Ngintir' dari Batu ke Surabaya
3. Penguatan sistem pengelolaan sampah berbasis zero waste di tingkat kecamatan.
4. Edukasi publik tentang bahaya mikroplastik terhadap kesehatan.
5. Investasi riset dan teknologi filtrasi udara perkotaan.
“Fenomena hujan mikroplastik bukan sekadar isu sains, tapi panggilan darurat lingkungan. Pemerintah perlu bertindak cepat sebelum partikel plastik menjadi bagian permanen dari udara yang kita hirup dan air yang kita minum,” tegas Rafika.
Ecoton menilai langkah strategis ini harus segera diwujudkan untuk mencegah dampak jangka panjang terhadap kesehatan masyarakat. Jika tidak, Jakarta akan menghadapi siklus pencemaran plastik yang terus berulang: udara kotor, air hujan tercemar, dan tanah yang makin beracun.