Pixel Codejatimnow.com

Sumur Sri Tanjung: Pengorbanan Seorang Istri Hingga Nama Banyuwangi

Editor : Budi Sugiharto  Reporter : Irul Hamdani
Sumur tua di Pendopo Banyuwangi/Foto: Budi Sugiharto
Sumur tua di Pendopo Banyuwangi/Foto: Budi Sugiharto

jatimnow.com - Sumur Sri Tanjung. Banyak yang meyakini sumur di belakang Pendopo Sabha Swagata Blambangan ini sebagai tempat lahirnya nama Kabupaten Banyuwangi.

Menurut Budayawan pensiunan Dinas Pariwisata Banyuwangi, Aekanu Hariyono, bahwa sumur ini pula dipercayai sebagai saksi bisu kisah cinta sejati seorang istri kepada suami.

Merujuk pada penelitian, Aekanu Hariyono, Sri Tanjung merelakan nyawanya sebagai bukti kesetiaannya ke Patih Sidopekso, suaminya. Dan berakhir pada penyesalan yang dalam bagi sang Patih Kerajaan Sindurejo itu.

 Alkisah, Patih Sidapekso marah karena termakan fitnah Prabu Sulahkromo, Raja Kerajaan Sindurejo yang mengatakan bahwa saat Sidopekso bertugas ke Kahyangan, Sri Tanjung merengek untuk diperistri sang Raja.

Baca Juga:  Sumur Tua di Pendopo Banyuwangi Konon Mempermudah Jodoh

Diseretlah Sri Tanjung ke tepi danau yang keruh dan akan membunuh istrinya yang setia itu. Sri Tanjung pun rela dibunuh sebagai bukti kejujurannya. Ia meminta agar jasadnya diceburkan ke dalam danau.

"Jika air berubah jernih dan air danau berbau wangi itu bukti dia tidak bersalah," jelas Aekanu Hariyono kepada jatimnow.com, Minggu (4/10/2018).

Patih Sidopekso tidak mampu menahan diri, segera ditancapkan keris ke tubuh Sri Tanjung. Darah memercik dan Sri Tanjung tewas seketika. Sidopekso kemudian menceburkan jasad istrinya ke dalam danau berair keruh tersebut.

"Betapa terkejut Sidopekso menyaksikan air keruh itu menjadi jernih bagai kaca dan berbau semerbak mewangi, tanpa disadari dengan menyesal dia berteriak.

"Banyuwangi (air harum)!"  cerita Aekanu Hariyono.

Lokasi Sri Tanjung saat dibunuh suaminya sendiri pada saat itu dipercaya masyarakat Banyuwangi ada di sekitaran Pendopo Sabha Swagata Blambangan yang sekaligus Rumah Dinas Bupati Banyuwangi.

Ada sumur tua di komplek pendopo yang terletak di belakang yang disebut Sumur Sri Tanjung. Sumur Sri Tanjung juga ada di rumah penduduk warga Kelurahan Temenggungan, hanya terpisah tembok Pendopo Sabha Swagatha.

Konon, kedua sumur itu bersumber pada sumber air yang sama. Begitu juga dengan air mancur yang ada di Taman Sri Tanjung di seberang Pendopo Sabha Swagatha.

Baca juga:
Ribuan Nahdliyin Banyuwangi Hadiri Resepsi Puncak 1 Abad NU di Sidoarjo

Memang diakuinya, banyak versi dari kisah Sri Tanjung Sidopekso yang ada di tengah masyarakat. Ada yang menyebut lokasi Sri Tanjung dibunuh di mata air, namun ada pula yang menyebutnya di danau.

Namun subtansi ceritanya sama. Yakni, cinta sejati seorang istri kepada suami. Yang berbeda hanya pada "kemasan" cerita.

"Iya, kalau saya lebih kepada cerita dari sumber ilmiah. Meski penelitian dengan biaya sendiri," katanya.

Pria kalem ini mengaku sejak lama melakukan penelitian untuk mengumpulkan berbagai versi cerita Sri Tanjung Sidopekso. Beragam referensi dihimpunnya.

Sejumlah candi yang diduga berkaitan dengan cerita Sri Tanjung didatangi. Aikanu mengaku mempelajari relief yang berkisah tentang Sri Tanjung pada dinding-dinding candi yang ada.

"Hanya Candi Sukuh yang belum saya datangi, ke sana nanti tanggal 8 November (depan). Candi-candi lain yang berhubungan dengan Sri Tanjung sudah saya datangi beberapa kali, bahkan Candi Surowono saya datangi pertama kali sekitar tahun 1982," jelasnya.

Menurutnya, kisah Sri Tanjung tersebut jejaknya ditemukan pada relief-relief batu candi di Jawa Timur pada masa Majapahit. Yakni, di Candi Jabung, Probolinggo. Gapura Candi Bajang Ratu, Trowulan. Batur Pendopo Candi Penataran, Blitar.

Baca juga:
Penampilan Ribuan Penari Gandrung Sewu Bikin Bulu Kuduk Merinding

"Kemudian Candi Surowono di Pare, Kediri juga relief di Candi Sukuh di Jawa Tengah yang bercerita tentang ruwatan Sudamala (Saat Dewi Durga dibebaskan kutukan oleh Sahadewa ayah Sri Tanjung)," urainya.

Tidak hanya candi, ia juga mendatangi dan berdiskusi dengan peneliti Jerman Lydia Keiven, yang meneliti di candi-candi yang bercerita tentang kisah Panji dan Bangsawan Bertopi. Serta kisah Sri Tanjung dan Sidopekso yang melahirkan nama Banyuwangi.

"Kisah Sri Tanjung Sidopekso dianggapnya bukan cerita Panji dan bangsawan bertopi," imbuhnya.

Cerita Sri Tanjung ada pada sumber lain yaitu dari naskah kuno Kidung Sri Tanjung yang berupa "Tembang Cilik" terdiri pupuh "Wukir, Mijil, Durmo dan Mahesa Langit" di GT Pegeaut dalam Literature of Java: Catalogue raisonne of Javanese Manuscript in the Library of University of Leiden.

"Kisah ini belum populer yang berdasar kidung Sri Tanjung yang berisi bahwa Sri Tanjung adalah anak Sahadewa, ia cucu Begawan Tamba Petra, ia dibunuh oleh suaminya sendiri Sida Paksa karena fitnah keji dari rajanya Prabu Sulahkromo," lanjutnya berpanjang lebar.

"Kidung Sri Tanjung juga menjelaskan, bahwa darah wangi Sri Tanjung membuktikan kesuciannya, kebenaran, ketulusan dan kejujurannya," pungkasnya.