jatimnow.com - Aturan deskresi yang dikeluarkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahyo Kumolo terkait lumpuhnya pemerintahan di Kota Malang pascapenahanan 41 anggota DPRD Kota Malang, menuai kritik. Diskresi tersebut dinilai akademisi hanya solusi jangka pendek.
Pengamat Politik Universitas Brawijaya, Ali Maksum mengungkapkan diskresi bukan hal yang sederhana dengan hanya mengeluarkan edaran melainkan membutuhkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri).
"Diskresi tidak bisa hanya edaran. Butuh Permendagri dan itu butuh situasi cukup lama, tergantung keputusan dan dinamika politik yang berkembang," ungkap Ali Maksum ditemui jatimnow.com, Rabu (5/9/2018).
Baca juga: Dalami Suap APBD-P, Mantan Sekda Kota Malang Kembali Diperiksa KPK
Selain itu, pria yang juga dosen di Ilmu Pemerintahan FISIP UB ini menjelaskan, diskresi rentan adanya persoalan hukum dikemudian hari.
Menurutnya, jika diskresi diberlakukan dengan wali kota diberikan hak membuat peraturan - peraturan wali kota menjadikan sistem desentralisasi tidak berjalan sebagaimana aturan semestinya.
"Rekomendasi dari akademisi bukan diskresi tapi mempercepat PAW (pergantian antar waktu) itu langkahnya," jelasnya.
Baca juga: Gubernur Jatim Beri Keleluasaan Inspektorat Melaporkan Praktek Korupsi
Sementara itu, pengamat pemerintahan M. Lukman Hakim menegaskan proses pergantian anggota dewan harus sesegera mungkin dilakukan supaya proses penganggaran masih bisa dikejar.
"Perlu diingat APBD-P dan R-APBD 2019 harus segera dibahas dan itu membutuhkan anggota dewan. Maka Kemendagri perlu memberi waktu ke Pemkot Malang untuk mengejar proses itu," pungkasnya.
Reporter: Avirista Midaada
Editor: Erwin Yohanes
Baca juga: Mendagri Apresiasi Langkah Gubernur Atasi Persoalan Kota Malang