Pixel Code jatimnow.com

Laporan dari Taiwan

Susahnya Mencari Generasi Milenial Calon Petani di Taiwan

Editor : Sandhi Nurhartanto   Reporter : Jajeli Rois
Kebuh teh di Taiwan
Kebuh teh di Taiwan

jatimnow.com - Susahnya mencari generasi milenial atau anak muda untuk mau bergelut di dunia pertanian atau menjadi petani tidak hanya terjadi di Indonesia saja.

Di negeri Taiwan atau Republik of China, juga sulit mencari calon petani dari anak generasi milenial.

Di Taiwan juga terhampar berbagai lahan pertanian maupun perkebunan. Namun, akhir-akhir ini sangat susah mencari generasi milenial yang mau berbecek-becek atau bergelut di dunia pertanian.

Padahal, ada Chulu-salah satu daerah di Kabupaten Taitung, Taiwan yang dikenal sebagai daerah 'Wanita Pemetik Teh'.

Namun, julukan itu tidak menutup kemungkinan bakal luntur, karena tidak banyak generasi muda yang mau meneruskan menjalankan usaha pertanian atau perkebunan.

Hsu Ying Ge (62) dan Chen Li Hsue (53) pasangan suami istri pengelola Agro Wisata Chulu atau Chulu Agro Farm, Taitung, mengakui susahnya mencari generasi muda untuk mau menjadi petani.

"Generasi sekarang dari sini tidak banyak yang meneruskan mengolah pertanian," ujar Hsu Ying Ge kepada rombongan media dari Surabaya dan Jakarta serta selebgram yang datang ke Chulu Taiwan atas undangan Taiwan Tourism Bureau atau Biro Wisata Taiwan beberapa waktu lalu.

Di kawasan Chulu ada sekitar 600 hektar lahar pertanian, perkebunan dan peternakan. Bahkan di Chulu dikenal sebagai daerah perkebunan teh. Sayangnya, akhir-akhir ini susah mencari petani atau pemetik daun teh dari generasi muda.

"Sekarang susah mencari pekerja atau pemetik daun teh. Sekarang ini (pemetik daun teh) kebanyakan lanjut usia, umurnya sudah di atas rata-rata usia kerja. Jadi mendapatkan pekerjaan itu sangat susah," tuturnya.

Sulitnya mencari generasi muda yang mau bergelut di dunia pertanian juga sudah diketahui oleh pemerintah setempat. Bahkan, pemerintah Taiwan telah memberikan solusinya.

"Kalau susah mendapatkan pekerja, bisa menggunakan mesin. Tapi bagi kami (petani daun teh), mesin dibandingkan dengan hand made atau kerja orang itu hasilnya berbeda," katanya.

"Kalau ada orang yang mau bekerja, ya kita kerjakan. Tapi kalau sudah benar-benar tidak ada pekerja, mungkin akan menggunakan mesin. Tapi untuk saat ini, kami tetap memperkerjakan orang," terangnya sambil menambahkan, kelebihan perkebunan teh kawasan tersebut adalah tidak mengandung bahan kimia, tidak menggunakan pestisida. Semuanya sangat alami.

Gaet Anaknya Jadi Manajer di Dunia 'Pertanian'

Bisnis pertanian atau perkebunan teh di Chulu, Taiwan sudah berpuluh-puluh tahun. Bahkan. pasangan suami istri Hsu Ying Ge dan Chen Li Hsue adalah generesi kedua di dunia perkebunan teh. Sedangkan generasi pertama yang bergelut di perkebunan teh adalah mertua atau orang tua mereka.

Baca juga:
Bupati Trenggalek Turut Berduka dan Mohon Maaf pada Keluarga Korban Kericuhan Pencak Silat di Taiwan

Di era sekarang ini, sangat sulit untuk mencari generasi milenial untuk menjadi petani. Namun, Hsu dan Chen terus berusaha menjaga tradisi dan bisnis pertaniannya.

"Ini tradisi dan bisnis dari orang tua kami. Saya generasi kedua. Sekarang saya sudah menyiapkan generasi ketiga. Sudah saya siapkan anak-anak untuk meneruskan," ujar Hsu.

Saat muda, Hsu hanya berkebun teh saja dan ada pembeli dalam jumlah banyak yang datang ke wilayah mereka. Namun sejak 6 tahun terakhir ini, dia bersama petani teh lainnya mendirikan koperasi.

Kemudian, Hsu membuat agro wisata serta membuat olahan dari hasil perkebunan seperti perkebunan daun teh, bunga rosela. Hingga memberikan edukasi kepada wisatawan untuk diajak memetik daun teh secara langsung hingga mengajak membuat kue dan minuman daun teh serta manisan dari bunga rosela.

"Pemerintah juga punya andil. Pemerintah memberikan training, bagaimana menyambut dan melayani para tamu atau wisatawan. Di sini kan ada empat musim. Setiap musim pemerintah mengusahakan ada turis datang ke sini untuk kita layani. Ketika pada musim ini ada tamu datang, berarti harus seperti apa. Ganti musim lagi, harus seperti apa lagi," terangnya.

Ia menambahkan, agar bisnis dan tradisi pertaniannya tetap berjalan turun-temurun, pasangan suami istri ini pun menawarkan pekerjaan dengan gaji sama seperti di kota besar di Taiwan.

"Saya berharap mau meneruskan usaha ini. Salah satunya merekrut anak sendiri menjadi manajer dan gajinya sesuai dengan gaji manajer," tuturnya.

Baca juga:
Taitra Pamer Produk Unggulan dalam Taiwan Excellence Week 2022 di Surabaya

Fasilitas yang diberikan juga tidak kalah wah dengan jabatan manajer di perkotaan.

"Makan sudah free. Tempat tinggal free. Kendaraan masih dibelikan. Gajinya lebih tinggi. Kalau di luar, tidak bisa mendapatkan fasilitas seperti ini. Jadi dengan kondisi seperti itu, mungkin mau balik (bergelut di pertanian)," jelasnya.

Anak dan menantunya pun mau menjadi manajer. Bahkan, anaknya juga membuat toko kue dan es krim hasil olahan daun teh dan hasil perkebunan lainnya di Chulu. Serta ikut mengelola agro wisata Chulu.

Wah..boleh juga cara yang dilakukan orang tua dari Taiwan ini untuk mempertahankan tradisi dan bisnis di pertanian atau perkebunan ditiru petani di Indonesia.