Pixel Code jatimnow.com

Fiber Optik Liar di Surabaya, Kadis PU: Sudah Banyak Kita Potong

Balai Kota Surabaya/ ilustrasi jatimnow.com
Balai Kota Surabaya/ ilustrasi jatimnow.com

jatimnow.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan menertibkan jaringan fiber optik (FO) yang tidak memiliki izin (liar).

Salah satu contohnya jaringan FO di Jalan Arief Rahman Hakim pada Maret lalu tim dari Pemkot Surabaya melakukan penertiban.

"Cuma tindakan perapian saja, kabel-kabel diikat menjadi satu," kata Kasatpol PP Kota Surabaya, Irvan Widyanto, Jumat (8/5/2020).

Ia kembali menegaskan siap melakukan penertiban bila sudah mengantongi surat bantuan penertiban (bantib). Ia menyarankan agar jatimnow.com mengkonfirmasi itu ke Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Surabaya.

"Tergantung bantib. Tanya PU," jawab Irvan. 

Ia menambahkan bahwa berdasarkan data pelaksanaan bantib dan pengawasan utilitas sudah dilakukan penertiban. 

Sementara Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan, Erna Purnawati mengaku kabel FO sudah banyak yang ditertibkan.

Baca juga:
Jadwal Drive Thru Perizinan DPMPTSP Surabaya di SPP Menur, Akhir Pekan Buka

"Sudah banyak yang dipotong sama Pak Kasatpol. Data ada di Pak Kasatpol," jawab Erna saat dihubungi jatimnow.com.

Sedangkan Asisten Perekonomian dan Pembangunan (II) Pemkot Surabaya, Ikhsan yang membidangi masalah utilitas belum memberikan penjelasan. Saat didatangi Jumat (8/5) siang di ruang kerjanya, Ikhsan tidak ada di tempat.

Kepala Dinas Kominfo Surabaya, M Fikser mengatakan sebelum menertibkan fiber optik yang tidak berizin, pihaknya terlebih dahulu memanggil pihak terkait. 

Baca juga:
Perizinan Tiang Internet di Jember Harus dari DPMPTSP, Tak Hanya RT hingga Camat

"Selama ini kami panggil. Jadi setiap proses optik yang tidak berizin, ada tim utilitas yang akan melihat," kata M Fikser.

 

 

PDIP Minta Pemerintah Untuk Tidak Mengobral Gelar Pahlawan
Politik

PDIP Minta Pemerintah Untuk Tidak Mengobral Gelar Pahlawan

PDIP mendengar dan menerima banyak masukan krusial dari civil society dan kalangan akademisi (perguruan tinggi). Masukan tersebut berpusat pada catatan kelam sejarah, khususnya terkait dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu.