Pixel Codejatimnow.com

Tanggapi Risma Soal Pasien Corona, dr Joni: Dibuka Etika Kedokteran

Editor : Sandhi Nurhartanto  Reporter : Jajeli Rois
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Jawa Timur, dr Joni Wahyuadi
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Jawa Timur, dr Joni Wahyuadi

jatimnow.com - Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Jawa Timur, dr Joni Wahyuadi menerangkan tentang etika kedokteran yang tidak boleh membedakan pasien berdasarkan ras, agama, suku kedaerahan atau perbedaan politik.

Itu disampaikan dr Joni saat menjawab pertanyaan reporter tentang adanya pemberitaan Wali Kota Surabaya Tri Rismharini yang menyebut banyak pasien Corona (Covid-19) rujukan dari luar kota ke Kota Pahlawan dan menyebabkan pasien dari Surabaya tidak mendapatkan tempat.

"Kawan-kawan dari IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan Persi (Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia) sudah membuat pernyataan bahwa merawat pasien itu sesuai etika di kedokteran. Tidak boleh dibedakan berdasarkan ras, agama, suku dan kedaerahan, politik. Itu etika kedokteran," kata dr Joni di Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo, Surabaya, Senin (11/5/2020) malam.

Ia mencontohkan, seandainya Pemerintah Provinsi Jawa Timur membuat rumah sakit khusus provinsi maka orang Kalimantan, orang Jawa Tengah tidak boleh masuk itu disebut tidak etis dan tidak diperkenankan di dunia kedokteran.

"Sudah paham maksud saya kan. Coba dibuka etika kedokteran," ujar dia.

dr Joni yang juga Direktur Rumah Sakit Umum (RSU) dr Soetomo menegaskan, sekitar 92 pasien di dr Soetomo adalah masyarakat Surabaya.

"Di rumah sakit dr Soetomo yang saya tahu persis, pasien kami di Soetomo itu 92 persen itu masyarakat Surabaya," jelasnya.

Ia menambahkan, rumah sakit di daerah sudah banyak yang bisa menangani pasien Covid-19.

"Covid ini di rumah sakit daerah sudah banyak yang bisa menangani. Karena hanya perlu dokter paru-paru, perlu dokter bius dokter anestesi, perlu dokter penyakit dalam, perlu hanya ruang isolasi dan ruang ICU pun tidak selalu perlu," katanya.

Baca juga:
Pasien RS Unair Kembali Dirawat Dalam Gedung, Usai Dievakuasi di Tenda Darurat

"Jadi (Covid-19) ini bukan penyakit tumor otak, yang harus ke Surabaya, nggak. Jadi Covid ini bisa ditangani dokter paru-paru, dokter penyakit dalam, bahkan dokter umum (bisa menangani pasien) yang ringan dan sedang cukup dengan supervisi dokter paru paru," jelasnya.

dr Joni mengakui tidak tahu di rumah sakit selain dr Soetomo, apakah banyak pasien Covid rujukan dari rumah sakit lainnya.

"Perlu diupdate datanya karena di rumah sakit dr Soetomo tidak berbicara seperti itu (asal daerah, suku, ras, agama) pasien," katanya.

"Jadi kawan-kawan daerah, kesiapan daerah kalau kita lihat di sini luar biasanya rumah sakitnya. Bahkan ada di rumah sakit daerah mengembangkan ruang isolasi dari 2 menjadi 40 ruang," katanya.

Baca juga:
Pasien 2 RS Surabaya Dievakuasi ke Halaman, Bertahan di Tenda Darurat

dr Joni mencontohkan rumah sakit umum daerah Sidoarjo yang mengembangkan ruang isolasi dan saat ini merawat sampai 125 pasien saat ini.

"Jadi mereka mengembangkan sampai 60 ruang isolasi. Ini rumah sakit umum daerah Sidaorjo, tidak pernah merujuk karena memang ada dokter spesialisi paru, ada dokter anestesi," katanya.

Ia menegaskan, membuat ruang isolasi itu tidak terlalu sulit, asalkan ada niat untuk membuatnya.

"Ruangan isolasi bisa dengan biaya rumah sakit atau biaya refocusing buat ruang isolasi negatif. Tidak terlalu sulit. Soetomo membuat ruang isolasi negatif 30 dalam kurun waktu 2 minggu. Jadi kalau ada niat bisa membuat ruang isolasi negatif," tegas dr Joni.