jatimnow.com - Perseteruan sempat terjadi antara petani penggarap lahan jeruk di Desa Selorejo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang dengan BUMdes Dewarejo terkait pengelolaan lahan Tanah Kas Desa (TKD).
Informasi yang didapat jatimnow.com, petani menilai BUMdes melanggar hasil mediasi kesepakatan tidak diperbolehkannya aktivitas memanen jeruk di TKD, karena masih bermasalah.
Kades Selorejo Bambang Soponyono menjelaskan, konflik tersebut bermula saat petani tidak menghendaki jika lahan TKD dikelola oleh BUMdes. Sebab sudah beberapa tahun lahan digarap oleh warga.
Menurutnya, masalah itu muncul saat sebagian kecil petani penggarap merasa keberatan jika TKD itu dialihkan pengelolaanya pada BUMDes.
"Selama ini TKD dikelola warga, mulai Tahun 2019 ini baru mau dikelola oleh BUMDes. Di situlah awalnya beberapa petani keberatan," jelas Bambang, Selasa (11/8/2020).
Padahal dalam pengalihan, sudah sesuai tahapan undang-undang. Pihaknya juga telah bermusyawarah dengan BPD terkait pengalihan pengelolaan TKD ke tangan BUMDes. Tujuannya untuk peningkatan dan pemerataan ekonomi masyarakat.
Kades Selorejo, Bambang Soponyono
"Jika TKD tersebut dikelola secara tepat, paling tidak tiga hingga empat tahun mendatang mampu berkontribusi pada PADes senilai Rp 10 miliar. Sehingga bisa menjadikan Desa Selorejo ini sebagai desa mandiri," harap dia.
Tapi kenyataanya, lanjut Bambang, beberapa warga menjadikan hal itu sebagai sebuah permasalahan. Padahal beberapa waktu lalu BUMDes dan pemdes sudah mensosialisasikan kepada petani, termasuk kelompok yang saat ini menentang.
Sementara Sekretaris BUMDes Edi Sumarno menambahkan, ada 10 petani yang bersikukuh menggarap lahan TKD. Namun pada kenyataanya, mereka belum memperpanjang sewa yang dilakukan setiap tahun.
Baca juga:
299 Desa di Mojokerto Sandang Status Mandiri, Ini Pesan Bupati
Edi menyebut, awalnya ada 98 petani penggarap lahan. Kemudian 45 petani tak memperpanjang sewa. Sedangkan 53 lainnya ingin meneruskan garapan di lahan TKD.
"Namun 10 orang dari 53 petani itu belum membayar sewa dan tetap ngotot ingin melanjutkan garapan di lahan TKD itu," tambah dia.
Padahal, sambung Edi, masa sewa habis pada 31 Desember 2019. BUMdes pun memberikan toleransi perpanjangan waktu bayar sewa hingga 31 Januari 2020. Meski begitu, 10 petani penggarap yang diakomodir Purwati tak kunjung membayar sewa.
"Padahal sudah habis sewanya dan kami juga memberi kelonggaran perpanjangan waktu untuk membayar sewa. Tapi mereka tak menggubris. Terus mereka maunya apa," tambah Edi.
Edi menjelaskan, TKD seluas 25 hektar yang berada di Dusun Selokerto dibagi menjadi dua area. Di mana, 12 hektar dikelola BUMDes Dewarejo dan 13 hektar dikelola petani penyewa lahan.
Baca juga:
Desa Mandiri di Jatim Tumbuh 4.019 Tahun Ini, Tertinggi Nasional
Di lahan tersebut, Pemdes Selorejo menanam bibit jeruk sebanyak 75 ribu bibit jeruk sejak 2007. Bibit jeruk yang ditanam berasal dari bantuan Dispertan Kabupaten Malang.
Pemdes Selorejo kemudian melibatkan masyarakat untuk mengelola tanaman jeruk yang dibudidayakan di TKD dengan sistem sewa per tahun. Hanya saja tidak ada perjanjian tertulis dalam sewa menyewa. Sewa menyewa hanya berdasarkan pada kuitansi bukti pembayaran sewa. Per tahunnya harga sewa dipatok Rp 12 juta per hektar.
Permasalahan itu juga sempat dimediasi di Kecamatan Dau, tapi tak ada solusi terbaik. Hingga akhirnya Ketua DPRD Kabupaten Malang Didik Gatot Subroto turun tangan menengahi perselisihan itu. Didik meminta BPD Selorejo untuk mengumpulkan bukti-bukti pembayaran perpanjangan sewa.
"Bukannya ditunjukkan, malah BPD dicaci maki oleh kelompok mereka saat diminta bukti pembayaran perpanjangan sewa. Saya juga pesimis BUMDes yang diamanahkan pemdes selaku pengelola TKD tak bisa optimal merealisasikan target PADes senilai Rp 750 juta," imbuh Edi.
URL : https://jatimnow.com/baca-28757-wacana-desa-mandiri-selorejo-di-malang-terganggu-perseteruan