Pixel Codejatimnow.com

Khofifah Ajak Masyarakat Jatim Gerakkan Diversifikasi Pangan Lokal

Gubernur Khofifah (foto dokumen)
Gubernur Khofifah (foto dokumen)

jatimnow.com - Gubernur Khofifah Indar Parawansa mengajak masyarakat Jatim kembali melakukan 'Gerakan Diversifikasi Pangan Lokal' yang dicanangkan oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia.

Utamanya, untuk makanan-makanan berbahan dasar non beras, seperti singkong, ketela, tales, garut, kentang hingga jagung.

Melalui gerakan diversifikasi pangan lokal, masyarakat kembali diajak untuk mengkonsumsi berbagai makanan tradisional yang mengandung karbohidrat sebagai pengganti nasi.

Selain mendukung program pemerintah, gerakan ini juga bisa menumbuhkan rasa cinta tanah air sekaligus meningkatkan pertumbuhan UMKM makanan di Jawa Timur.

"Hari ini kita bisa membangun patriotisme dan nasionalisme melalui diplomasi makanan lokal betapa tidak tiwul dan gatot dari Blitar ternyata saat pandemi Covid-19 pun tetap eksport ke Taiwan, Hongkong, Malaysia dan Singapore," ungkap Gubernur Khofifah pada acara Expose Produk Olahan Makanan Non Beras di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu (19/8/2020).

Yang cukup menggembirakan, ungkap Khofifah, beberapa produk olahan makanan non beras yang mampu menembus pasar ekspor yaitu gatot dan tiwul ternya memiliki pasar fanatik terutana warga Jawa Timur yang berada di luar negeri.

Bahkan, dalam satu bulan salah satu pengusaha gatot dan tiwul mampu mengirimkan hingga 2 kontainer ke Hongkong, Taiwan, Malaysia dan Singapura.

"Tiwul dan gatot ini pun juga sudah dikemas sedemikian rupa sehingga bisa dikirim ke luar negeri tanpa mengurangi rasa dan kandungan vitamin di dalamnya. Masyarakat Indonesia khususnya Jatim juga harus bisa mengkonsumsi sekaligus memasarkan makanan khas lokal ini," ujar dia.

Khofifah menambahkan 33 persen PDRB Jawa Timur disupport oleh Industri makanan dan minuman (Mamin).

Dengan melihat fakta tersebut, penguatan masif kepada sektor mamin, utamanya pengenalan pada produk berbahan baku pangan lokal seperti ganyong, garut dan jelarot, menjadi satu hal yang menjanjikan.

"Itu artinya bahwa, kalau ini bisa kita kembangkan, rasanya ini akan memberikan siginifikansi terhadap kemungkinan berkurangnya impor gandum mengingat opsi bahan baku kue menjadi variatif," tuturnya optimis.

Kesiapan Jawa Timur dalam mendukung diversifikasi pangan juga turut disampaikan Gubernur Khofifah saat melakukan video conference pencanganan gerakan diversifikasi pangan lokal serentak bersama Kementerian Pertanian di Jakarta.

Dalam kesempatan tersebut dirinya melaporkan bahwa nilai tukar petani (NTP) Jatim mengalami kenaikan sebesar 0,22 persen.

Kabar baik ini tentunya juga harus didukung dengan upaya dari sektor industrinya sebagai bentuk dukungan pada pemulihan ekonomi.

"Saya rasa pemulihan ekonomi dari tanam, petik, olah, kemas, jual bisa lebih dimaksimalkan," kata Khofifah kepada Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo.

Tak hanya melalui format diversifikasi makanan lokal, pengurangan konsumsi beras di masyarakat juga turut dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup seperti vegetarian.

Dirinya mencontohkan kesadaran akan pola hidup sehat di masyarakat sudah mulai cukup kuat.

“Saat ini, sudah mulai banyak masyarakat yang mengurangi konsumsi berasnya. Mereka mengkonversi dari nasi ke vegetarian misalnya,” tutur Khofifah

Hal ini menyebabkan masyarakat mulai mengurangi konsumsi karbohidratnya yang berbasis beras. Dengan format seperti ini, dirinya meyakini akan membantu pemerintah sebagai pintu masuk diversifikasi pangan yang lebih luas.

Hendro yang selama ini bergerak dalam produksi tiwul dan gatot ini menyampaikan, produknya ini sudah diekspor ke beberapa negara dalam tiga tahun terakhir.

Baca juga:
Apel Terakhir, Khofifah Minta Tetap Jaga Sinergitas: Sampaikan Terima Kasih Saya

Dalam satu bulan, Hendro bisa mengirimkan 2 container ke Hongkong, Taiwan, Malaysia dan Singapura. Untuk wilayah lokal, dirinya berencana melakukan ekspansi ke wilayah perkotaan dimana masih awam terhadap keberadaan tiwul dan gatot yang merupakan jajan tradisional.

Tiwul dan gatot ini diolah hingga matang, kemudian dikeringkan menjadi bentuk granul sehingga bisa tahan selama satu tahun.

Dengan pengemasan semacam itu, tiwul dan gatot bisa dikirim ke luar negeri tanpa mengurangi rasa dan kandungan vitamin di dalamnya. Pengolahannya pun aman dikonsumsi, hanya perlu diberi air panas kemudian bisa disantap.

Pemprov Jatim Siapkan Rp 900 Juta Bantuan Dana Bergulir Bagi UMKM Pangan

Masih dalam kesempatan yang sama, Gubernur Khofifah juga menyerahkan secara simbolis bantuan modal dana bergulir sebesar masing-masing Rp 30 juta kepada tiga UMKM industri makanan di Jawa Timur.

“Baru 30 UMKM yang terverifikasi untuk mendapat pinjaman dengan bunga 3 persen. Tapi yang lainnya saya harap bisa segera menyusul,” kata Khofifah.

Pemprov Jatim sendiri telah menyiapkan total dana sebesar Rp 900 juta, yang rencananya akan dibagikan ke 30 UMKM.

Dinas Pertanian akan melakukan seleksi menyeluruh, untuk kemudian ditentukan 30 UMKM yang berhak menerima bantuan modal sebesar Rp 30 juta. Tetapi skema lain yang disiapkan untuk mendorong permodalan UMKM sekitar Rp 290 Miliar.

“Kita berharap UMKM Jatim bisa cepat bangkit, karena kontribusinya ke PDRB sampai 54 persen,” ungkapnya optimis.

Tiga UMKM yang berkesempatan menerima langsung adalah UMKM UD Artha Jaya dari Kediri, UMKM Djeng Dewi dari Ngawi, dan UMKM Sumerkar Pratiwi dari Tuban.

Baca juga:
Catatan Kinerja Khofifah di Mata Ketua Fraksi Gerindra DPRD Jatim

Ketiganya hadir dengan berbagai variasi produk olahan pangan non beras utamanya umbi-umbian yang diolah menjadi tepung, kue basah, kue kering hingga keripik.

Menyesuaikan program diversifikasi pangan, UMKM pangan ini hadir dengan berbagai inovasi produk yang diharapkan bisa diterima masyarakat sebagai sumber karbohidrat pengganti nasi.

Sementara itu, gerakan diversifikasi pangan ini merupakan merupakan implementasi dari Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang pangan serta Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 tahun 2015 tentang ketahanan pangan dan gizi.

Fakta menyebutkan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia (97 persen) mengkonsumsi sumber karbohidrat dari beras.

Konsumsi beras masyarakat Indonesia rata-rata 114,6 kilogram/tahun/kapita, atau 314 g per kapita per hari. Tingginya konsumsi beras dan jumlah penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya menyebabkan penyediaan beras semakin berat pada setiap tahunnya.

Diharapkan melalui pengembangan diversifikasi pangan pokok lokal pengembangan pangan pokok sumber karbohidrat dengan berbagai bentuk olahannya yang dapat disandingkan dengan beras/nasi, yang berbahan baku sumber pangan lokal.

Serta dapat membangun kesadaran masyarakat untuk kembali pada pola konsumsi pangan pokok asalnya melalui penyediaan bahan pangan pokok selain beras serta sosialisasi dan promosi diversifikasi pangan.