jatimnow.com - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut bahwa terdapat potensi tsunami 29 meter dipicu gempa magnitudo 8,7 di selatan Jawa Timur. Potensi itu mendapat tanggapan BPBD Jatim dengan meminta masyarakat waspada.
"Pertama masyarakat harus mengenal ancaman di lingkungannya. Kedua masyarakat diperkenalkan cara untuk mengantisipasi, bagaimana cara menyelamatkan diri sebelum menyelamatkan orang lain," ujar Plt Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (Kalaksa BPBD) Jatim, Yanuar Rachmadi kepada jatimnow.com, Kamis (3/5/2021).
Menurut Yanuar, antisipasi tersebut harus dilakukan karena terdapat zona patahan di perairan selatan Jawa Timur. Sehingga jika sewaktu-waktu terjadi gempa, patahan tersebut akan ikut bergerak dan menimbulkan gelombang air yang cukup besar.
Yanuar menyebut, patahan tersebut tidak hanya ada di Jawa Timur, melainkan di sisi-sisi selatan daerah lainnya.
"Nah Jawa Timur ini punya potensi. Jadi yang namanya potensi ini ada di selatan Jawa Timur, selatan Jawa Barat, selatan Selat Sunda, selatan Jogja, Jawa Tengah. Pokoknya daerah selatan itu ada patahan dan ada potensi gerak daerah selatan itu," jelasnya.
Yanuar menambahkan, ada empat hal yang harus diketahui masyarakat jika bencana itu terjadi.
Baca juga:
BMKG Catat 20 Gempa Susulan di Flores, Tertinggi 6,8 Magnitudo
"Pertama paham ancaman, kedua paham antisipasi, ketiga paham cara menghindar, keempat paham cara pemulihan," beber dia.
Masyarakat juga diminta untuk segera menyiapkan zona evakuasi darurat yang dekat dengan jangkauan, seperti perbukitan atau kawasan tinggi yang jauh dari pantai.
"Kemudian kalau sarpras (sarana dan prasarana) itu biasanya di pantai itu ada istilah TES (Tempat Evakuasi Sementara) itu untuk jangka pendek. Nah TES ini bisa dari alam, bisa dari buatan," jelas Yanuar.
Baca juga:
Gempa 7,4 Magnitudo di Laut Flores, BMKG: Guncangan Susulan Masih Terjadi
"TES alam itu adalah bukit-bukit di sekitar pantai, yang tingginya melebihi dari prediksi ancaman, misal 20 meter, kita harus lebih tinggi 25 hingga 30 meter di atas permukaan laut," sambung dia.
Selain perbukitan, sarana lainnya juga bisa dilakukan di bangunan-bangunan tinggi yang tidak jauh dari pantai maupun jangkauan penduduk.
"Kalau nonalam berupa bangunan. Jadi membuat bangunan tinggi yang melebihi potensi ancaman dan di atasnya untuk penyelamatan diri. Biasanya kalau di tempat wisata ya hotel-hotel itu," pungkasnya.