jatimnow.com - Gelaran multicabang olahraga terbesar di dunia, Olimpiade 2020 Tokyo, mengikutsertakan satu kontingen dari negara pengungsi. Anggotanya berisikan para atlet dari negara pengungsi yang memakai kode Refugee Olympic Team (IOC).
Salah satu kisah luar biasa yang menginspirasi datang dari atlet IOC, Yusra Mardini. Perjalanannya dalam menembus arena kolam renang Olimpiade Tokyo ia lalui dengan pengorbanan besar selama 3,5 jam menyeberang Laut Aegea.
Yusra Mardini memilih melakukan itu karena desakan untuk hidup yang lebih baik. Negeri asalnya, Suriah, tak henti dilanda perang.
Ketika kabur dari negaranya, mesin sampan yang ditumpanginya mati dan mulai tergenang air garam. Yusra yang saat itu berusia 17 tahun dan kakak perempuannya Sara, melompat ke air untuk meringankan beban dan memandu perahu ke tempat yang aman hingga mencapai Pulau Lesvos di Yunani.
"Itu memilukan. Saya benar-benar harus menangis," ungkap Yusra dilansir website resmi UNHCR, Kamis (29/7/2021).
Yusra dan Sara Mardini merupakan satu di antara jutaan orang lainnya yang melintas beberapa negara secara ilegal. Selepas 3,5 jam bertarung hidup-mati di atas lautan lepas, Yusra dan Sara sampai di bibir pantai, tanpa sepatu dan hanya mengenakan pakaian serta tas kecil.
Kisah ini mulai dikenal setelah videonya dirilis oleh Time 100.
"Kisah saya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan orang-orang yang melarikan diri dari Afrika. Mereka melintasi gurun dan hanya satu dari 14 yang selamat," tuturnya.
Yusra juga mengungkapkan bagaimana latar belakangnya dalam olahraga renang memungkinkannya untuk membantu mendorong perahu yang membawanya dan 20 pengungsi lain ke tempat yang aman di Pulau Lesbos, Yunani.
Baca juga:
Kisah Inspiratif Aries Photo, Fotografer dan Konten Kreator asal Ponorogo
Bekerja untuk mencapai impian, Yusra yang kini telah tinggal di Berlin, Jerman, akan berkompetisi di Olimpiade dan menjawab sejumlah pertanyaan dari tamu webinar tentang bagaimana tetap termotivasi.
"Berenang benar-benar menyelamatkan hidup saya. Anda harus ingat mengapa Anda ada di sini, dan mengapa ini akan membuahkan hasil pada akhirnya," kata Yusra yang sejak lahir memeluk agama Islam.
Sejatinya, Yusra dan Sara dibesarkan dari latar belakang perenang. Keduanya dilatih oleh sang ayah yang dianggap sebagai perenang rajin di Damaskus dan mimpinya adalah untuk bersaing di Olimpiade.
"Keluarga saya perenang dan kami tumbuh dari itu. Tapi kemudian sebuah bom menghantam stadion kami dan orang tua saya melakukan apa yang semua orang tua lakukan ketika mereka berpikir anak-anak dalam bahaya. Jadi, kami memutuskan untuk meninggalkan Suriah," sambung dia.
Setahun setelah cobaan berat, Yusra berkompetisi dengan Tim Olimpiade Pengungsi (IOC) pertama di Rio de Janeiro Brasil 2016 dan kemudian diangkat sebagai Duta Niat Baik Termuda oleh UNHCR, Badan Pengungsi PBB.
Baca juga:
Belajar Kreatif di Balik Penjara, Siapkan Diri Kembali ke Masyarakat
Gadis 23 tahun ini dinobatkan sebagai salah satu dari 25 wanita yang mengubah dunia oleh Majalah People dan salah satu dari 30 remaja paling berpengaruh dari Majalah Time Tahun 2016.
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama jatimnow.com dengan Republika.co.id. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab Republika.co.id