Ponorogo - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo terus mengupayakan agar Reog Ponorogo masuk dalam Itangible Cultural Heritage (ICH) atau warisan tak benda Unesco.
"Kami saat ini mengundang fasilitator dari Unesco, untuk bagaimana memberikan arahan, memberikan penilaian, sebelum naskah kita kirim ke Unesco," ujar Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, Rabu (22/12/2021).
Sugiti mengaku mulai mempersiapkan semua yang diminta oleh Unesco. Mulai dari bagaimana reog apakah berdampak ekonomi, apakah reog menjadi budaya rakyat dan bagaimana bahan bakunya.
"Bagaimana mencukupi selera Unesco, maka kami undang tenaga ahli," terang dia.
Sementara Fasilitator ICH-UNESCO untuk Asia Pasifik, Harry Waluyo menjelaskan, ada beberapa hal yang menjadi penyebab gagalnya Reog jadi ICH Unesco. Di antaranya penggunaan burung merak dan kulit harimau yang digunakan untuk ornamen Reog.
"Tapi ini ada solusinya dan semua harus komit. Bagaimanapun juga Unesco telah menetapkan penilaian," papar Harry.
Harry menyebut, solusinya adalah kulit harimau diganti dengan kulit hewan lain yang tidak dilindungi. Sedangkan untuk burung merak, sudah terjawab dengan adanya penakaran.
Dia berharap upaya Pemkab Ponorogo kali ini bisa berhasil. Karena pada 2009 silam, Reog Ponorogo pernah diklaim oleh negara tetangga. Isu yang sama juga mencuat pada 2017.
Baca juga:
Tasyakuran dan Nguri-uri Seni Reog Ponorogo, Kang ToNi Hadirkan 25 Dadak Merak
"Dulu waktu diusulkan bareng dengan tiga elemen lain, yaitu gamelan, kulintang dan sebuah lukisan," tambah dia.
Menurut Harry, penilaian terhadap Reog Ponorogo sebenarnya tidak buruk. Hanya selisih tidak jauh dibanding gamelan yang terlebih dahulu sudah diakui Unesco.
Terkait peluang, Harry menyebut masih fifty-fifty (50-50).
"Penilaian tetap fair, tidak hanya skala nasional. Karena ada yang lain juga maju," pungkasnya.
Baca juga:
Pemain Reog Jatuh saat Tampil di Festival Nasional Ponorogo, Bagaimana Nasibnya?
Punggawa Reog Ponorogo