Pixel Codejatimnow.com

Sidang Sengketa Lahan di Surabaya, Saksi Ahli: Fisik dan Yuridis Harus Sesuai

Editor : Arina Pramudita  Reporter : Zain Ahmad
Sidang sengketa lahan di PN Surabaya, agenda keterangan saksi ahli. (Foto: Zain Ahmad/jatimnow.com)
Sidang sengketa lahan di PN Surabaya, agenda keterangan saksi ahli. (Foto: Zain Ahmad/jatimnow.com)

Surabaya - Dua saksi dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara sengketa lahan di Jalan Puncak Permai Utara III, Lontar. Keduanya adalah Mochamad Hasan dan saksi ahli Dr Agus Sekarmaji.

Tidak banyak yang bisa disampaikan Hasan dalam sidang yang dipimpin Hakim Sudar. Ia mengaku tak mengetahui siapa pemilik tanah yang menjadi objek sengketa. Hal serupa dijawabnya saat ditanya apa pernah mendengar nama Widowati Hartono (Tergugat).

Baca juga: Berbelit-belit Dalam Persidangan, Hakim Tegur Saksi Sengketa Lahan Puncak Permai

Hasan adalah mandor saat pagar setinggi 1,5 meter yang mengelilingi lahan sengketa dibangun. Pembangunan pagar, katanya, dilakukan sekitar tahun 1999. Dua hari sebelum pembangunan pagar, ia datang ke lokasi dan ditunjukkan batas-batasnya.

Pembangunan tersebut mengacu pada Rencana Anggaran Biaya (RAB). Saat itu, belum ada sekolah Junior Activities Centre (JAC) School. Waktu itu, ia hanya mengenal orang yang bertugas sebagai penjaga lahan.

Sementara Dr Agus Sekarmaji dalam kesaksiannya menyatakan, data fisik dan data yuridis harus sesuai. Dengan demikian jika tanahnya tertulis di kelurahan a maka objek fisik harus di kelurahan a.

Sebagai ahli, Agus juga menjelaskan bagaimana prosedur atau syarat penerbitan sertifikat. Menurutnya penerbitan harus disertakan bukti kepemilikan terlebih dahulu. Entah berupa klansiran maupun Petok D. Selain itu, pemohon juga harus memiliki data fisik yakni penguasaan lahan selama 20 tahun.

Menurutnya, keberadaan sertifikat berfungsi agar pemegangnya mendapat perlindungan dan kepastian hukum serta tertib administrasi.

Agus juga mengurai tentang bukti kepemilikan berupa urutan lahan-lahan yang ada kemudian dikelompokkan menjadi persil dan dicatatkan dalam Buku A. Dan buku B menjelaskan siapa pemilik tanah di persil-persil tersebut.

"Pengelompokan itu untuk memudahkan penarikan pajak, maka dibuat Buku C dan pembayar pajak diberikan petok D. Di Surabaya ada kelansiran tahun 60, 70 dan 75," jelas Agus, Rabu (29/12/2021).

Baca juga:
Menang Lawan Konglomerat, Johanes Dipa: Ini Bukti Hukum Tidak Tumpul ke Bawah

Agus melanjutkan, apabila data fisik dan yuridis sudah berkesesuaian, maka pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang menerima pendaftaran membuat pengumuman untuk memberikan kesempatan kepada mereka yang keberatan atas pendaftaran tanah, baik di kantor kelurahan maupun kantor pertanahan.

Bila tidak ada keberatan maka akan dilakukan penegasan konversi atau penegasan hak sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997.

"Kalau ada pihak yang berkeberatan, maka kantor Pertanahan tidak akan memproses dan akan meminta diselesaikan terlebih dahulu," ujarnya.

Tentang pemeliharaan pendaftaran apabila terjadi perubahan data fisik dan yuridis yang sudah terbit sertifikat, maka acuannya tetap pada sertifikat dan harus dicek di kantor Pertanahan.

"Kalau berbeda, itu kesalahan administrasi dan bisa dilakukan perubahan oleh pejabat yang mengeluarkan. Tidak menyebabkan sertifikat gugur, hanya dilakukan perubahan kalau memang terjadi perubahan," jelas Agus.

Baca juga:
Berbelit-belit Dalam Persidangan, Hakim Tegur Saksi Sengketa Lahan Puncak Permai

Terkait kewenangan lurah dapat membuat surat keterangan tentang objek tanah di wilayahnya, Agus berpendapat surat leterangan tersebut dapat dikeluarkan berdasarkan buku C dari kelansiran yang ada. Ia yakin setiap lurah akan berhati-hati terkait hal tersebut.

Menanggapi keterangan saksi, kuasa hukum penggugat Johanes Dipa Widjaja, menyatakan bahwa ahli yang dihadirkan oleh tergugat dengan tegas menerangkan bahwa data fisik dan data yuridis harus sesuai.

"Dengan demikian jika tanahnya tertulis di kelurahan a, maka objek fisiknya harus di kelurahan a. Hal tersebut semakin membuktikan bahwa adanya cacat hukum bukti hak yang dipegang oleh tergugat karena tertulis di Kelurahan Pradah Kalikendal, tetapi malah menunjuk lokasi di Kelurahan Lontar," katanya.

Sementara itu, Adhidarma Wicaksono penasihat hukum tergugat saat dikonfirmasi tanggapannya mengenai persidangan, menyebut akan mneyampaikannya dalam rilis.