Pixel Codejatimnow.com

Berbelit-belit Dalam Persidangan, Hakim Tegur Saksi Sengketa Lahan Puncak Permai

Editor : Arina Pramudita  Reporter : Zain Ahmad
Sidang sengketa lahan di Puncak Permai Utara III  di PN Surabaya. (Foto: Zain Ahmad/jatimnow.com)
Sidang sengketa lahan di Puncak Permai Utara III di PN Surabaya. (Foto: Zain Ahmad/jatimnow.com)

Surabaya - Dua saksi perkara sengketa lahan Puncak Permai Utara III, mendapat teguran majelis hakim PN Surabaya, Rabu (22/12/2021) lantaran memberikan keterangan berbelit-belit. Saksi adalah Bambang Sutiono, Ketua RW XII dan Triyono, karyawan di PT Darmo Permai. 

Keduanya dihadirkan pihak tergugat satu, Widiowati Hartono melalui kuasa hukumnya Sandy K Singarimbun.

Baca juga: Jadi Saksi di Persidangan, Mantan Lurah Lontar Pastikan Tak Ada Pembebasan Lahan

Bambang yang menjabat pada 2010-2016, menjelaskan dirinya tahu bila objek sengketa adalah milik Widiowati Hartono sekitar 2010 lalu.

Saat itu, seseorang yang mengaku suruhan Widiowati Hartono datang padanya untuk menanyakan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Orang tersebut membawa foto kopi sertifikat tanah.

"Dari orang itu akhirnya saya tahu jika tanah tersebut milik Widiowati Hartono," kata Bambang.

Bambang juga menyebut, lahan yang diklaim milik Widiowati masuk wilayah Pradah Kalikendal. Sebab, lahan milik Bambang yang berjarak sekitar 100 meter dari objek sengketa, tertera berada dalam wilayah Pradah Kalikendal sebagaimana tercantum dalam sertifikat.

Pada tahun 2009, lanjut Bambang, ada Perda yang mengatur pemekaran wilayah di Surabaya. Di antaranya adalah wilayah Pradah Kalikendal menjadi Lontar. Namun ia mengaku tidak mengetahui secara persis formatnya.

"Perda itu sudah ada sejak tahun 2009, tapi saya tahunya di tahun 2010," jelasnya.

Terkait adanya pemekaran wilayah yang disampaikan saksi, Johanes Dipa Widjaja kuasa hukum Mulyo Hadi alias Wulyo (penggugat) mempertanyakan dasar pemekaran wilayah dari Pradah Kalikendal ke Lontar. Bambang seketika menyebut Perda sebagai dasanya.

Saat didesak bagaimana bunyi Perda tersebut, Bambang tampak kebingungan. Johanes Dipa pun mengingatkan Bambang untuk tidak berbohong karena pernyataannya berbeda dengan empat saksi sebelumnya. Empat orang yang sudah dihadirkan adalah mantan Lurah Lontar.

"Empat saksi sebelumnya dari pihak kelurahan tak ada satupun yang menyatakan adanya pemekaran kelurahan, yang ada pemekaran kecamatan," ujar Johanes Dipa mengingatkan.

Johanes juga mengingatkan Bambang bahwa keterangan palsu bisa berakibat pidana. Menanggapi itu, Bambang pun mengakui tidak membaca secara detail bunyi Perda yang disebutnya terkait pemekaran wilayah Pradah Kalikendal menjadi Lontar.

Melihat Bambang yang tidak konsisten menyampaikan keterangannya, majelis hakim pun turut menegur. Hakim memintanya berkata sesuai sepengetahuannya.

Baca juga:
Menang Lawan Konglomerat, Johanes Dipa: Ini Bukti Hukum Tidak Tumpul ke Bawah

"Jangan mengarang cerita. Kalau tidak tahu, ya jawab tidak tahu," tegas Hakim Darno.

Untuk memastikan, Johanes Dipa kembali bertanya di mana Bambang mengurus administrasi kependudukan tempat tinggal. Apakah di Kelurahan Pradah Kalikendal atau Kelurahan Lontar.

Lagi-lagi Bambang bingung memberikan penjelasan. Ia pun akhirnya mengakui mengurus administrasi kependudukan di Kelurahan Lontar.

Sementara itu, Triyono, karyawan PT Darmo Permai sejak tahun 1985 juga menyebut Widiowati sebagai pemilik lahan yang dalam proses sengketa. Itu diketahuinya saat mendapat perintah dari perusahaan untuk melakukan pengecekan di objek sengketa. Pekerja proyek yang ditemuinya di lokasi menyebut nama Widiowati ketika ditanyai olehnya perihal siapa pemilik lahan di sana.

Triyono juga meyakini bahwa objek sengketa berada di wilayah Pradah Kalikendal. Hal ini didasari Peraturan Pemerintah (PP), yang pernah dibacanya. Namun saat ditanya kepentingan saksi membaca PP tersebut, Triyono menjawab sekenanya.

"Hanya ingin mengetahui saja," ujarnya.

Sebagai karyawan, Triyono mengakui tugasnya dari perusahaan cukup banyak. Di antaranya mengantar karyawan PT Darmo Permai. Saat ditanya apakah ia pernah mendapat undangan rapat terkait pemekaran wilayah, Triyono menjawab tidak pernah.

Baca juga:
Sidang Sengketa Lahan di Surabaya, Saksi Ahli: Fisik dan Yuridis Harus Sesuai

Triyono juga menyampaikan secara berbelit-belit perihal PP yang disebutnya di awal keterangan. Ia kebingungan saat ditanya judul PP yang dibacanya.

Akibatnya, Johanes Dipa memperingatkan bahwa keterangan semua saksi di persidangan direkam. Apabila berbohong, ada ancaman pidananya. Saksi pun akhirnya menjawab tidak mengetahui kalau ada pemekaran wilayah.

"Saya hanya mendengar kalau objek sengketa masuk wilayah Pradah Kalikendal," ungkap saksi.

Usai sidang, kuasa hukum tergugat Sandy K Singarimbun tak bersedia memberikan komentar.

Sementara Johanes Dipa, kuasa hukum penggugat, mengatakan saksi-saksi yang dihadirkan tergugat tidak qualified.

"Masa yang dihadirkan saksi (karyawan) yang bekerja sebagai sopir atau serabutan yang tidak mengetahui apa-apa. Di samping itu saksi yang lain keterangannya berubah-ubah sehingga sempat ditegur oleh majelis hakim. Namun dari saksi tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa objek sengketa berada di Lontar," tandasnya.