Pixel Code jatimnow.com

Pasien DBD di Jatim Didominasi Anak-anak hingga Remaja

Editor : Zaki Zubaidi   Reporter : Ni'am Kurniawan
Ilustrasi
Ilustrasi

Surabaya - Pasien Demam Berdarah Dangue (DBD) di Jawa Timur mulai merangkak naik. Dinas Kesehatan (Dinkes) Jatim mencatat rentang usia pasien DBD rata-rata didominasi oleh anak-anak hingga remaja, usia lima hingga empat belas tahun.

"Rentang usia dominan 5 sampai 14 tahun. Kurang lebih sekitar 17 pasien," ujar Kepala Dinkes Jatim Dr Erwin Ashta Triyono, dalam keterangan resmi yang diterima jatimnow.com, Jumat (28/1/2022).

Ia menyebut, anak-anak lebih memiliki rentan terinveksi DBD dengan gejala demam, risikonya berada di tiga hari fase pertama.

"Ketika itu terjadi, kita akan terlambat sampai ke rumah sakit. Sehingga begitu ada potensi demam, lebih baik sekarang kita mulai curiga, kemungkinan Covid-19 bisa, kemungkinan demam berdarah juga bisa," katanya.

"Ini hanya asumsi yang mungkin hanya bisa dipakai untuk kehati-hatian kita," imbuhnya.

Baca juga:
Dokter RSUD Sidoarjo Ingatkan Anak Mudah Sakit di Puncak Musim Kemarau, Waspada!

Ia menyebut, penyakit yang ditularkan oleh nyamuk berjenis Aedes Aegepty ini tak melulu berada pada lingkungan yang kotor. Melainkan mereka lebih sering berada pada lingkungan yang bersih.

"Dia tidak ada di tempat-tempat jorok. Di got atau tempat-tempat berbau tanah. Dia maunya di tempat-tempat yang jernih. Makanya kami dorong masyarakat bersama-sama menyelesaikan ini dengan level hulu. Jadi cegah jangan sampai ada nyamuk yang berkembang biak di sana," jelasnya.

Erwin menjelaskan, jumlah penderita DBD pada Januari 2022 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan bulan Januari tahun 2021 lalu. Yakni 668 kasus.

Baca juga:
Kasus DBD di Sampang 4 Bulan Tembus 260 Orang

"Pada prinsipnya nomor satu jangan dilupakan (DBD), karena sekarang ini kita fokus pada Omicron atau Covid-19, tapi ternyata DBD juga perlu mendapatkan perhatian," katanya.

Hingga saat ini, Dinkes mencatat kasus terbanyak pasien DBD berada di Kabupaten Bojonegoro, diikuti kabupaten Nganjuk, dan Malang di posisi ketiga, sedangkan risiko kematian tertinggi berada di Pamekasan Madura, disusul Bojonegoro, dan Nganjuk.