Pixel Codejatimnow.com

Jaga Ekosistem Laut, MKP Kenalkan Kuota Sistem Kontrak Penangkapan Ikan Terukur

Editor : Arina Pramudita  Reporter : Jajeli Rois
Perahu nelayan di Pasuruan. (Foto: dok jatimnow.com)
Perahu nelayan di Pasuruan. (Foto: dok jatimnow.com)

Surabaya - Regulasi Kementerian Kelautan dan Perikanan tentang pemberian kuota sistem kontrak dalam penangkapan ikan terukur ditujukan untuk memperbaiki tata kelola penangkapan ikan di wilayah perairan RI.

Hal ini dikatakan Wahyu Muryadi, Staf Khusus Bidang komunikasi dan Kebijakan Publik sekaligus jubir Menteri Kelautan Perikanan (MKP), Jumat (25/2/2022). Diterangkan, selama ini negara hanya menggunakan sistem ijon sumber daya ikan kepada para pelaku usaha.

"Asal bayar perizinan sekian juta silakan tangkap ikannya, sepuasnya. Itu cara barbar. Berapapun hasilnya, kebanyakan tidak tercatat, menjadi rezeki pelaku usaha," tegas Wahyu Muryadi.

Dalam catatan MKP, nilai produksi tangkapan ikan yang dinikmati para pelaku usaha berkisar Rp224 triliun dengan setoran PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) hanya Rp600 miliar atau senilai 0,02 persen.

"Ini kecil sekali. Bandingkan dengan Thailand, yang lautnya lebih sempit, tapi PNBP-nya gede. Kabarnya mencapai 35 triliun. Baru tahun lalu angka PNBP perikanan tembus 1 triliun," jelasnya.

Ke depan sistem ini diubah dengan tata kelola yang mengedepankan prinsip menjaga ekosistem dan biota laut demi kesehatan laut, dan kelestarian laut.

"Ada wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 714 di sekitar Laut Banda yang dijadikan wilayah konservasi, tak boleh diambil pelaku usaha/industri. Ini dijadikan tempat pemijahan dan pengasuhan ikan (spawning and nursery ground). Jumlah tangkapan ikan yang dibolehkan mengacu pada perhitungan Komnas Kajiskan (Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan) diperkirakan untuk seluruh wilayah pengelolaan ikan RI maksimal 6 juta ton," papar Wahyu.

Setiap peserta kontrak dan penerima kuota, sambungnya, akan menyetor kepada negara dalam persentase tertentu yang dihitung pascaproduksi alias ditimbang setelah menangkap ikannya.

Jika menangkap melebihi kuota akan dikenakan penalti dan dievaluasi setiap tahun. Semua operasi ini akan dikontrol dengan teknologi satelit dan diawasi Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP). Sistem kuota ini sudah diterapkan di banyak negara maju.

Baca juga:
KKP Gandeng PT Kereta Api Logistik Optimalkan Akses Transportasi dan Distribusi

Kapal bikinan asing atau PMA dibolehkan dengan syarat ketat. Terutama kapalnya harus berbendera Merah Putih. ABK (anak buah kapal) wajib semuanya WNI ysng tentunya akan dibutuhkan rekrutmen dalam jumlah besar.

"Kapal wajib mendaratkan ikannya di pelabuhan perikanan tempat asal izin diberikan agar diproses di daerah tersebut. Sehingga daerah mendapatkan nilai tambah dan rezeki lainnya. Tidak boleh ada transhipment (alih angkut) di tengah laut. Tidak lagi Jawa sentris," ungkap dia.

Kebijakan ini diharapkan bisa memicu pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah. Jadi hasil tangkapan ikan dari Maluku atau Sulawesi misalnya, yang selama ini mati berkali-kali sebelum didaratkan di Pelabuhan Muara Baru Jakarta, maka kelak tidak boleh lagi.

Semuanya hares didaratkan di pelabuhan terdekat. Bahkan juga kelak bisa diekspor dari kawasan asal ikan ditangkap. Ini sekaligus perlu pembenahan dan revitalisasi pelabuhan perikanan RI di berbagai daerah yang masih tradisional, tidak dikelola dengan baik, bahkan jorok.

Baca juga:
Eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo Didakwa Terima Suap Rp 25,7 M

"Investor asing dan domestik yang berminat merevitalisasi pelabuhan dipersilakan untuk kemudian mendapatkan hak kelola," tutur Wahyu.

Masih kara Wahyu, kuota juga akan diberikan untuk zona industri, zona nelayan lokal (berbasis KTP), dan zona hobi/rekreasi, semisal memancing. Intinya semua pemanfaatan sumber daya laut dan ruang laut harus diatur.

Pemain domestik dan pemilik kapal existing masih diberi kesempatan untuk menangkap ikan dengan sistem pascaproduksi. Bahkan jika mereka berminat mengikuti sistem kontrak, juga dipersilakan. Termasuk nelayan tradisional berskala kecil (one day fishing di bawah 5 grosston) juga diberikan kuota penangkapan dengan membentuk koperasi yang diharapkan bisa meningkatkan pendapatan mereka.

"Pada akhirnya negara juga akan mendapatkan pemasukan dari aneka pajak (PPH PPN), ekspor dan PNBP, juga terjadi perputaran uang yang semarak di daerah-daerah. Pelabuhan perikanan menjadi modern bersih dan sehat, rakyat utamanya nelayan kecil lebih sejahtera," harapnya.