Pixel Code jatimnow.com

Duduki DPRD Ponorogo, Mahasiswa Tuntut Stabilkan Harga Minyak

Editor : Zaki Zubaidi   Reporter : Mita Kusuma
Demo yang dilakukan mahasiswa Ponorogo (Foto: Mita Kusuma/jatimnow.com)
Demo yang dilakukan mahasiswa Ponorogo (Foto: Mita Kusuma/jatimnow.com)

Ponorogo - Puluhan mahasiswa dari Universitas Muhamadiyah Ponorogo (UMP) menduduki DPRD Ponorogo, Kamis (30/3/2022). Dengan menggunakan jas almamater berwarna merah mereka menyampaikan protes terhadap pemerintah pusat.

Mereka membawa spanduk dengan poster bertuliskan seperti 'Minyak ku endi Coook', 'Simbok nesu rego minyak goreng larang', 'Ada lebih keren dari nunda hujan tapi nunda pemilu', .

"Kami ada beberapa tuntutan. Yang pertama adalah kami menuntut menstabilkan harga minyak goreng yang kian mencekik," ujar Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UMP, Naufal Muhammad.

Yang kedua, menstabilkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax. Menurut informasi bakal naik hampir dua kali lipat. Yang semula Rp9 ribu menjadi Rp16 ribu.

"Sudah naik minyak goreng. Bakal naik lagi Pertamax," kata Naufal setelah selesai melakukan aksi di depan DPRD Ponorogo.

Isu ketiga, para mahasiswa menyinggung persoalan tingginya kasus kekerasan seksusal di Indonesia mencapai 5.521 dalam catatan Komnas Perlindungan Perempuan dan Anak. Serta diperparah dengan tingginya angka putus sekolah bagi anak di Indonesia yang mencapai 75.303 anak pada tahun 2021.

Baca juga:
AKD DPRD Ponorogo Periode 2024-2029 Dibentuk, Prioritas APBD 2025

Dia menjelaskan bahwa tindak laku kekerasan seksual ini tidak hanya terjadi pada ruang individu, publik, ataupun ruang yang memberikan tempat komunikasi untuk pria dan perempuan. Akan tetapi, tindak laku kekerasan ini sudah mencapai pada dunia pendidikan.

Tentu saja tindak laku kekerasan yang sudah mencapai pada dunia pendidikan ini sangat menghkawatirkan, terutama pada perguruan tinggi.

Berdasarkan pernyataan dari Kemendikbud lewat hasil surveinya menyatakan bahwa 77% dosen mengatakan bahwa kekerasan seksual ini terjadi di perguruan tinggi mayoritas korban adalah perempuan.

Baca juga:
Ratusan Honorer DLH Ponorogo Tak Bisa Ikut Rekrutmen PPPK Mengadu ke DPRD

"Kekerasan seksual yang terus meningkat terutama pada perguruan tinggi ini menandakan lemahnya penegakan hukum dan pencegahan kekerasan seksual ini terutama pada perguruan tinggi. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) masih memiliki keterbatasan," terang dia.

Keterbatasan dari KUHP yakni tidak memberikan penanganan kasus berupa tempat peraduan untuk korban kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi, tidak memberikas fasilitas untuk identitas korban, tidak mengenal kasus kekerasan seksual verbal atau online. Pada KUHP ini hanya memberikan penjelasan atau memberikan tindak pidana kepada kekerasan berupa nonp-verbal (pencabulan dan pemerkosaan).

"Sahkan RUU PKS dan Ciptakan Ruang Aman Bagi Perempuan dan Anak, " tandas dia.