Gresik - Lukisan damar kurung indentik dengan almarhumah Masmundari. Meski kini sang maestro itu telah tiada, tapi keberadaan lukisan lampion berbentuk segi empat itu tetap lestari.
Sebab, anak dan cucu Masmundari tetap melestarikan produksi damar kurung. Terlebih saat menjelang bulan ramadan seperti saat ini.
"Lukisan damar kurung ini tinggalan ibu yang telah menjadi salah satu ikon Kota Gresik, jadi ya harus dijaga," tutur Rohaya, anak Masmundari, Kamis (31/3/2022).
Lukisan-lukisan damar kurung karya anak cucu Masmundari itu, sejak kemarin dijual di acara padusan di gang makam Desa Tlogopojok, Gresik Kota. Acara padusan adalah tradisi berziarah ke makam leluhur menjelang ramadan. Puncak acara padusan ini adalah Jumat (1/4/2022).
Rohaya, anak Masmundari saat menggelar damar kurung karyanya
Tak heran jika ribuan pengunjung mendatangi pemakaman umum di Deda Tlogopojok yang merupakan salah satu pemakaman terbesar di Kota Gresik.
Momen inilah yang dijadikan para pedagang untuk meraup keuntungan. Beragam dagangan mulai dari kembang, makanan, mainan hingga damar kurung ada di sepanjang jalan gang.
Baca juga:
Aktivitas Trading Aset Kripto Meningkat di Momen Ramadan 2024
"Selama dua tahun tradisi padusan dilarang akibat Pandemi Covid-19. Dan sekarang kembali diizinkan, karena itu kami bisa jualan lagi," ucapnya.
Damar kurung keluarga Masmundari yang dijual di acara padusan ini terbagi dalam dua ukuran, yaitu ukuran besar dan kecil. Ukuran besar dibandrol Rp 50 ribu, sedangkan untuk ukuran kecil Rp 35 ribu.
Damar Kurung Keluarga Masmundari yang tetap lestari dijual pada acara tradisi padusan di gang makam Tlogopojok, Gresik Kota
Baca juga:
Ramadan 2024, DPRD Surabaya Ajak Warga Limpahkan Syukur dan Berlomba Kebaikan
Rohaya mengungkapkan jika keahlian melukis damar kurung yang diwarisi dari ibunya itu kini juga menurun kepada dua anaknya, Nur Samaji dan Ahmad Andrean.
Hanya saja, karena perkembangan zaman, material yang digunakan kini juga sudah lebih modern. Jika zaman Masmundari lukisan damar kurung dibuat menggunakan cat sumba (pewarna makanan) yang dilukiskan dengan lidi, kini ia bersama anak-anaknya sudah menggunakan cat akrilik dan bolpoin.
"Kalau medianya tetap menggunakan kertas," pungkas Rohaya.