Malang - Warga Kabupaten Malang mungkin tidak asing dengan nama Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran yang berlokasi di Desa Ganjaran, Kecamatan Gondanglegi.
Pondok ini terkenal karena berhasil mencetak banyak lulusan sukses, salah satunya Bupati Malang saat ini, Muhammad Sanusi.
Namun, siapa yang menyangka jika pondok pesantren yang didirikan oleh Kiai Haji (KH) Yahya Sabrowi ini memiliki koneksi sejarah yang cukup erat dengan Agresi Militer Belanda II pada tahun 1948.
"Dulu Pondok Pesantren Raudlatul Ulum ini didirikan oleh Kiai Haji Yahya Sabrowi yang merupakan menantu dari salah satu tokoh di Desa Ganjaran yaitu Kiai Bukhori," terang KH Nasihudin Kozhin, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran saat ditemui pada Kamis (7/4/2022) di rumahnya.
Sebelum kemerdekaan Indonesia, Kiai Bukhori sudah menyediakan pendidikan pesantren kepada anak-anak di Desa Ganjaran. Tapi skalanya masih kecil dan dengan fasilitas yang terbatas.
"Sebenarnya sebelum kemerdekaan sudah ada proses pendidikan, cuma belum resmi hanya belajar dari musala atau di rumah salah satu pendukung," bebernya sambil tersenyum.
Namun, kegiatan belajar mengajar saat itu harus harus terhenti saat tentara Belanda melancarkan agresi militer kedua pada tahun 1948. Keberadaan tentara Belanda saat itu mengancam keselamatan keselamatan para tokoh agama di Desa Ganjaran.
"Jadi saat agresi militer itu tokoh-tokoh di Ganjaran itu mengungsi ke Madura selama 2 tahun. Setelah itu di tahun ketiga semua pulang ke Ganjaran dan mulai mempersiapkan lagi," ungkapnya.
Hal ini yang membuat pria yang akrab disapa Gus Nasih ini mengatakan kalau pondok pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjar mengalami 2 kali pendirian, yaitu sebelum kemerdekaan dan setelah agresi militer Belanda kedua.
"Jadi yang dihitung itu berdirinya yang kedua ini yaitu tahun 1959. Baru saat itu mulai dibangun gedung-gedung," jelasnya.
Baru di tahun 70an KH Yahya Sabrowi merintis pendidikan formal yang mula-mula dari jenjang tsanawiyah, aliyah, ibtidaiyah, sampai saat ini memiliki perguruan tinggi yaitu IAI Al-Qolam yang beralamat di Desa Putat Lor, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang.
Baca juga:
Drama Kolosal Resolusi Jihad di Surabaya Bikin Merinding
KH Nasihudin Kozhin, pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1 Ganjaran.
Di tahun 70-an itu, Raudlatul Ulum 1 Ganjaran juga menjadi pondok pesantren pertama yang menyediakan pendidikan formal.
"Baru setelah adanya pendidikan formal ini jumlah santri dan santriwati meningkat pesat," bebernya.
Bahkan beberapa pondok pesantren di Ganjaran saat itu itu ikut bergabung dengan pendidikan formal di Raudlatul Ulum 1 Ganjaran.
"Sehingga pendidikan formal mulai dari MI, MTS, MA itu gabungan dari berbagai pondok pesantren di Desa Ganjaran," ungkapnya.
Baca juga:
Jember Peringati HSN 2024, Santoso: Santri Harus Jelas Masa Depannya
"Bahkan di zaman saya sekolah dulu tahun 80-an saat Madrasah, yang sekolah itu tidak hanya di Ganjaran saja, tapi sampai desa-desa sekitar. Karena memang belum ada sekolah formal di desa sekitar. Baru akhir-akhir ini di desa sekitar ada sekolah formal mulai dari MI, MTS, dan MA, sehingga yang sekolah di sini hanya anak-anak di Desa Ganjaran," sambungnya.
Lalu seiring berkembangnya waktu, pondok-pondok pesantren lain di Desa Ganjaran juga mendirikan pendidikan formal. Bahkan saat ini ada 5 lembaga pendidikan formal yang dikelola masing-masing yayasan/lembaga yang sekarang sudah memiliki PAUD juga.
Pria berlogat Madura ini mengatakan kalau saat ini ada 423 santri dan 370 santriwati yang menempuh pendidikan di Raudlatul Ulum 1 Ganjaran. Selain itu, tidak ada banyak perubahan signifikan baik dari segi pengajaran maupun bangunan pondok sejak dulu.
"Kalau untuk bangunan sejak dulu tetap sama, tidak ada perubahan secara signifikan. Mungkin yang berubah hanya kamar mandinya, kalau dulu berbentuk kolam sehingga yang mandi terjun begitu, sekarang sudah kamar mandi per kamar," paparnya.
"Jumlah kamarnya juga sama sejak dulu, ada sekitar 54 kamar, saat ini mau ada tambahan kamar tapi masih dalam tahap pembangunan," pungkasnya.