Jombang - Sebagian orang mungkin diberikan kemudahan oleh Allah SWT dalam menemukan kebenaran dalam ajaran agama Islam hingga menjadi mualaf. Namun, ada pula orang-orang yang harus melalui pencarian begitu lama dan cukup membingungkan selama bertahun-tahun.
Seperti yang dirasakan oleh seorang mualaf bernama Kristanto Budi Dermawan. Perjalanan seorang pendidik di salah satu sekolah kejuruan di Kabupaten Jombang, dalam mendapatkan hidayah Islam, bisa dibilang cukup panjang dan penuh perjuangan.
Ia terlahir di sebuah keluarga penganut ajaran agama non-muslim. Meski begitu, hati bapak satu anak ini tidak lantas sepenuhnya meyakini agama tersebut. Lantaran, ada kebingungan tata cara dalam menemui Tuhan.
Di masa muda saat duduk di bangku SMP, keinginan untuk berpindah agama ini mulai merasuk dalam hatinya. Meski begitu ingin, ia masih belum mampu untuk mengutarakan niatnya kepada kedua orang tuanya.
Dan pada saat duduk di bangku SMA, ia sempat melakukan pemberontakan pada kedua orang tuanya dengan cara, bolos sekolah hingga dikeluarkan dari sekolah. Tapi, lagi-lagi hal ini juga belum bisa menguatkan niatannya untuk mengutarakan niatnya pindah agama ke orang tua.
"Saya akhirnya dikasih surat sama pihak sekolah kalau dikeluarkan. Tapi kalau mau pindah sekolah masih bisa naik kelas ke jenjang selanjutnya. Nah kebetulan sekali, saya akhirnya pindah sekolah ke salah satu sekolah yang dinaungi oleh Muhammadiyah. Dan saya ujian akhir itu di sekolah Muhammadiyah," ungkapnya, Kamis (7/4/2022).
Di sekolah baru ini, ia mendapatkan bimbingan dari kepala sekolah, terkait tata cara untuk beragama Islam. Namun lagi-lagi, keputusan untuk pindah agama tetap menjadi kewenangan orang tua.
"Dan harus tetap izin ke orang tua, karena saya masih menjadi tanggung jawab orang tua pada saat usia itu. Tapi saya belum ada keberanian untuk menyampaikan niat pindah agama ke Bapak sama Ibu saya,” bebernya.
Usai lulus dari sekolah, Kristanto melanjutkan pendidikannya di salah satu perguruan tinggi di Jombang. Kira-kira pada tahun 2003, ia melakukan salat pertama kali di masjid kampus. Dan usai salat, teman-teman kulianya pada kaget.
"Teman-teman itu kaget semua, dan menanyakan apakah saya sudah masuk Islam. Tapi saya cuman balas dengan beberapa pertanyaan, yang akhirnya membuat teman-teman saya itu, memberikan julukan baru, yakni Muhammad Kristanto," paparnya.
Usai kejadian itu, teman-teman kuliah banyak yang mengarahkan soal ajaran dan tata cara menjadi seorang muslim. Sehingga ia memiliki kemantapan untuk berpindah agama.
Baca juga:
Kuliner Ceker Setan untuk Berbuka Puasa di Ponorogo, Penyuka Pedas Pasti Suka
"Itu tahun 2002 ke 2003, siang-siang saya diantar ke salah satu takmir masjid di daerah Mayangan, Kecamatan Jogoroto, di situlah awal saya mengucapkan kalimat syahadat,” tegasnya.
Selanjutnya, ia membacakan kalimat syahadat dan sudah masuk Islam. Dengan disaksikan beberapa teman kuliahnya. Meski sudah membacakan kalimat syahadat, ia belum mendapatkan selembar kertas, yang mengesahkan dia sebagai seorang muslim.
"Saat itu, belum dikasi surat, ya karena saya menganggap belum terlalu penting surat itu, tapi yang penting saya sudah masuk Islam, suratnya gampang lain waktu aja," ucapnya.
Ditanya apa yang menjadi penggerak utama keinginan ia berpindah agama Islam, Kristanto megaku saat itu, ia mengamati tata cara mengahadap Allah berbeda dengan tata cara mengahadap ke Tuhan. Ada beberapa gerakan khusus, dan bacaan berbeda yang harus dilafalkan kalau dalam Islam.
"Di dalam hatiku itu berkata, kalau mengahadap Tuhanku itu, saya cuman duduk-duduk saja, sedangkan kalau saya lihat anak-anak yang muslim itu ada sujudnya, ada rukuk. Selain itu, ketika rukuk, itu ada bacaan yang harus dilafalkan, dan kalau ingin ngomong sama Allah sewaktu-waktu bisa dengan cara berdoa, dan ada macam-macam, seperti tahajud, itu tujuannya juga lain. Nah, menurut saya ini tepat sekali,” akunya.
Baca juga:
Resep Kolak Ubi Ungu yang Manis, Segar dan Praktis untuk Menu Takjil
Kristanto menerangkan, saat almarhum bapakanya masih hidup, pernah berpesan. Jika agama itu memang bermacam-macam, mulai Islam, Hindu, Budha, Katolik, dan Nasrani. Tapi, semua agama itu intinya sama.
"Agama itu adalah ageman (baju), dan ibadah itu antara kamu dengan gusti Allah, orang lain tidak ada yang bisa menilai bahwa kamu tidak pantas atau pantas. Nah kalimat pesan ini adalah kalimat yang menguatkan saya untuk pindah agama," ujarnya.
Mendengar wejangan itu, ia sempat menanyakan maksud dari kalimat yang disampaikan oleh bapaknya.
"Baju yang kamu pakai saat ini, itu kamu buat hidup dan bergerak kemana saja. Dan kamu akan merasakan baju ini. Apakah baju yang kamu pakai saat ini pantas apa tidak, nyaman apa tidak, dan jika kamu nanti berganti baju, ya tolong kamu fikir matang-matang, apakah baju itu lebih nyaman, atau tidak, kalau tidak nyaman ya berganti aja. Namun nanti kalau sudah ganti baju ya tolong dipegang sampai mati," imbuhnya.
Dan hingga kini, Kristanto memeluk agama Islam. Ia sempat mengulang membaca kalimat syahadat di hadapan takmir masjid yang sama di tahun 2005. Saat mengucapkan kalimat syahadat ini ia disaksikan dua rekan kuliahnya dulu.
URL : https://jatimnow.com/baca-43695-gegara-kagum-dengan-gerakan-salat-pria-di-jombang-ini-mualaf