Pixel Codejatimnow.com

Rumah Produksi Bahan Petasan di Kediri Digerebek, 17 Kg Bahan Peledak Disita

Editor : Arina Pramudita  Reporter : Yanuar Dedy
Tersangka beserta barang bukti bahan peledak pembuatan petasan. (Foto: Yanuar Dedy/jatimnow.com)
Tersangka beserta barang bukti bahan peledak pembuatan petasan. (Foto: Yanuar Dedy/jatimnow.com)

Kediri - Rumah produksi bahan petasan di Desa Blabak, Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri digerebek polisi. Dari tiga orang yang diamankan dan ditetapkan tersangka, kepolisian menyita 17 kilogram bahan peledak.

Kapolsek Wates AKP Suharyanta menjelaskan, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat terkait maraknya peredaran petasan di wilayah setempat.

Usai melakukan penelusuran, polisi menangkap Mohamad Nurdin Sulaiman (20) warga Desa Banggle, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri saat hendak melakukan transaksi cash on delivery (COD) di wilayah Desa Silir, Kecamatan Wates.

Dari kurir itu, polisi mengamankan delapan kilogram serbuk petasan siap ledak.

Polisi melakukan pengembangan dan menggerebek rumah produksi bahan peledak di Desa Blabak. Di sana polisi mengamankan dua pelaku pembuat bahan petasan, Dipa Yudha Purnama (19) dan Mohamad Nur Arifun (22).

Baca juga:
Hasil Ungkap Kasus Mercon di Sidoarjo selama Ramadan 2024

"Jadi total yang kita peroleh dari penangkapan ini 17 Kilogram bahan petasan siap edar," ujar AKP Suharyanta, Minggu (10/4/2022).

Tersangka memproduksi bahan petasan itu hanya saat Ramadan. Bahan petasan yang dibuat berkualitas nomor dua dengan bahan campuran Belerang, Aluminium Powder, Kcl O3 dan Semen.

"Ini kelas 2, mereka sebenarnya bisa membuat yang kelas 1, tapi mereka tidak," lanjutnya.

Baca juga:
Polres Bangkalan Amankan 2 Kuintal Bahan Peledak dan Ribuan Petasan

Untuk 1 kilogram bahan petasan jadi, para pelaku menjualnya dengan harga Rp200 ribu. Sementara kurir mendapatkan upah Rp20 ribu setiap transaksi.

Saat ini ketiga tersangka masih menjalani pemeriksaan lebih lanjut di Polsek Wates. Mereka terancam dijerat Pasal 1 Ayat 1 UU Darurat No 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukumam maksimal 20 tahun penjara.