Pixel Codejatimnow.com

Kisah Saksi Sejarah Penumpasan PKI di Tulungagung

Editor : Zaki Zubaidi  Reporter : Bramanta Pamungkas
Chamim Badruzzaman saat menceritakan kondisi tahun 1965. (Foto: Bramanta Pamungkas/jatimnow.com)
Chamim Badruzzaman saat menceritakan kondisi tahun 1965. (Foto: Bramanta Pamungkas/jatimnow.com)

jatimnow.com - Peristiwa G 30 S/ PKI yang terjadi di Jakarta pada tahun 1965 lalu, berimbas ke semua daerah. Gerakan penumpasan anggota Partai Komunis Indonesia beserta simpatisan juga terjadi di Tulungagung.

Mereka yang dianggap berideologi komunis serta anggota organisasi sayap dieksekusi pascaperistiwa yang menewaskan 6 jenderal di Jakarta.

Penumpasan ini masif dilakukan pada tahun 1966, setelah Komandan RPKAD, Kolonel Sarwo Edhi Wibowo berkunjung ke Tulungagung dan menggelar apel akbar.

Salah seorang pelaku sejarah dalam peristiwa tersebut, Chamim Badruzzaman (75). Ia menuturkan sebelum meletus gerakan tersebut, PKI di Tulungagung sendiri kerap melalukan aksi provokasi.

Melalui pementasan kesenian ludruk yang digelar oleh Lekra, mereka membawakan lakon yang menyinggung agama. Seperti Tuhan Sunat dan Tuhan Ngunduh Mantu. Pementasan kesenian ludurk ini dilakukan di Balai Rakyat yang lokasinya masih sama hingga saat ini.

"Misal membawa nama Tuhan yang disandingkan dengan sifat sifat manusia, kemudian lakon-lakon lain, kayak gitu kan sudah menyinggung-nyinggung SARA, ini sudah ada sebel tahun 65," ujarnya, Jumat (30/09/2022).

Saat peristiwa G 30 S/ PKI terjadi, Chamim berusia 22 tahun. Pria yang pernah menjabat sebagai Ketua DPRD Tulungagung periode 1999-2004 ini baru menamatkan pendidikan di Ponpes Lirboyo, Kediri.

Chamim berkisah, pagi itu Jumat tanggal 01 Oktober 1965, dirinya yang sedang berada di salah satu toko milik keluarga mendengarkan siaran Radio Republik Indonesia (RRI).

Saat itu siaran radio mengabarkan bahwa Letkol Untung baru saja menyelamatkan Presiden Sukarno dari rencana kudeta yang akan dilaksanakan oleh Dewan Jenderal.

"Lah, itu saya dengar sendiri dari telinga saya, pagi hari saya dengar dari Radio lalu Letkol Untung baru saja menyelamatkan presiden Sukarno dari upaya pembunuhan," tuturnya.

Baca juga:
Kenang Korban G30S PKI, Hari Kesaktian Pancasila di Lamongan jadi Momen Pererat Kesatuan

Kemudian pada Sabtu tanggal 02 Oktober 1965, Chamim kembali mendengarkan siaran dari RRI, namun kali ini siaran yang diterimanya sudah berbeda lagi.

Sejak saat itu dirinya tersadar bahwa siaran yang diterimanya kemarin merupakan siaran radio RRI yang telah dikuasai oleh PKI pasca-melancarkan aksinya.

"Besoknya saya dengar lagi, loh kok beda, rupanya kemarin itu RRI dikuasai PKI, setelah itu ternyata RRI sudah direbut oleh Suharto dan siarannya berbeda, saya jadi ingat ternyata dulu sudah ada tokoh PKI di sini yang memang pernah bilang, kalau akan ada kejadian-kejadian sepeti ini," kenangnya.

Chamim yang saat itu tergabung dengan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) langsung merapatkan barisan untuk membentuk dan menggandeng pemuda pemuda lain di sekolah, madrasah, maupun tempat lain untuk bersatu padu berperan dalam penumpasan PKI.

"Saya saat itu anggota dan membawahi bidang yang menggalang pembentukan di sekolah sekolah dan lembaga lain," terangnya

Baca juga:
Pilihan Pembaca: Gresik United, Tokoh PKI Musso, Destinasi Wisata Trawas

Peran KAPPI dalam membantu pemerintah untuk penumpasan PKI ini tidak bisa dipandang sebelah mata, sebab saat itu Komandan RPKAD, Kolonel Sarwo Edhi Wibowo langsung turun ke Tulungagung dan menggandeng pemuda-pemuda untuk membentengi diri agar tidak disusupi oleh PKI sekaligus menggalang dukungan pemuda untuk memberantas PKI di daerah-daerah.

"Saat itu pemuda-pemuda dikumpulkan di Alun-Alun dan saya yang mbacakan surat itu, mendukung pemerintah mengganyang PKI," ungkapnya.

Chamim mengingatkan, agar pemuda di zaman sekarang tidak terjebak dengan narasi sekelompok orang yang menginginkan hidupnya lagi pengganti PKI. Sebab organisasi semacam PKI memiliki struktur yang rapih dan tidak mudah untuk dimatikan begitu saja.

Chamim juga meminta pemerintah agar tidak abai dengan rakyatnya, hingga memunculkan kesenjangan ekonomi yang bisa dimanfaatkan oleh PKI masa kini guna meraih masa dan simpati di Indonesia.

"PKI itu menyasar warga yang memang kekurangan dari segi ekonomi, sebab mereka dijanjikan akan mendapatkan ekonomi yang layak dan memang benar selama menjadi anggotanya itu mereka memang selalu diopeni. Ini yang saya harap pemerintah berbenah dan meminimalkan potensi tumbuhnya PKI dengan benar benar menerapkan dan mengimpelmentasikan Pancasila," pungkasnya.