Pixel Code jatimnow.com

Warga Ponorogo Pemilik 400 Ekor Sapi Mati Akibat PMK Tak Dapat Ganti Rugi

Editor : Narendra Bakrie   Reporter : Mita Kusuma
Ketua DPRD Ponorogo, Miseri Effendy (Foto: Mita Kusuma/jatimnow.com)
Ketua DPRD Ponorogo, Miseri Effendy (Foto: Mita Kusuma/jatimnow.com)

jatimnow.com - Warga Ponorogo pemilik sapi yang mati akibat Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), terancam tidak dapat ganti rugi dari pemerintah pusat.

Informasi yang diperoleh jatimnow.com, dari ribuan ekor sapi yang mati akibat PMK, 400 di antaranya tidak masuk dalam data Sistem Informasi Kesehatan Hewan Indonesia (iSIKHNAS).

"Yang masuk hanya 1.080 ekor sapi atau hewan saja. Sedangkan 400 ekor sapi tidak dapat," ujar Wakil Ketua DPRD Ponorogo, Miseri Effendy, Kamis (6/10/2022).

Dia menjelaskan, hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat dengan peternak dan Dinas Pertanian Ketahanan Pangan Perikanan Ponorogo. Hearing itu membahas perihal banyaknya sapi yang mati akibat PMK.

Dalam aturan yang ada, pemerintah pusat memberikan bantuan kepada warga pemilik sapi yang mati akibat PMK melalui Kementerian Pertanian. Aturannya, untuk pemilik sapi yang mati karna PMK, mendapatkan Rp10 juta, kambing Rp1,5 juta dan babi Rp2 juta.

Sedangkan pendataan awal, dilakukan oleh dinas terkait di daerah setempat. Menurutnya, hanya kisaran 60 persen yang terdata. Sedangkan sisanya, atau 40 persen, belum masuk data.

"Angka 40 persen itu diangka 400 ekor sapi. Sedangkan 60 persennya ada sekitar 1,080 sapi," terang Politisi Partai Demokrat itu.

Baca juga:
Dinas Pangan dan Pertanian Sidoarjo Temukan Hewan Kurban Terindikasi PMK

Dia menyebut bahwa banyak gejolak yang terjadi di tingkat desa. Sebab ada peternak yang mendapat kompensasi, sedangkan lainnya belum.

Sementara dalam hearing itu, Dinas Pertanian Ketahanan Pangan Perikanan Ponorogo beralasan bahwa sapi yang tidak mendapatkan ganti rugi rata-rata ditangani dokter hewan atau mantri swasta.

"Ternyata dalam regulasinya, hewan yang ditangani dokter swasta, juga bisa mendapat bantuan. Itu selama dokter swasta menerbitkan visum ke dokter yang berwenang," terangnya.

Baca juga:
Penjual Hewan Kurban di Lamongan Wajib Kantongi Izin, Begini Caranya

Namun masalahnya, para peternak tidak tahu soal regulasi tersebut. Di mana aturan yang ada, hasil visum harus dikelaurkan oleh dokter yang ditunjuk pemerintah.

"Kami tidak sepakat dengan itu. Karena mereka (peternak), tidak tahu regulasinya. Itu kewajiban kami, pemkab dan DPRD," tambahnya.

Dia menyebut, ke depan akan mengundang dokter swasta untuk hearing. Kemudian bila nanti ada kesepakatan, akan ditindaklanjuti ke kementerian dan Komisi IV DPR RI.