Pixel Codejatimnow.com

Menggali Mutiara Para Bijak Bestari untuk Memperkokoh Persatuan Bangsa

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Farizal Tito
Diskusi ilmilah yang digelar Untag Surabaya dan Roemah Bhinneka (Foto: Fahrizal Tito/jatimnow.com)
Diskusi ilmilah yang digelar Untag Surabaya dan Roemah Bhinneka (Foto: Fahrizal Tito/jatimnow.com)

jatimnow.com - Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya dan Roemah Bhinneka menggelar diskusi ilmiah bertema 'Menggali Mutiara Para Bijak Bestari untuk Memperkokoh Persatuan Bangsa'.

Diskusi yang digelar di Auditorium Untag Surabaya pada Senin (5/12/2022) itu menghadirkan narasumber seperti Dewan Pembina Islam Nusantara Foundation Said Aqil Siradj, Direktur Pembinaan Masyarakat Polda Jatim Asep Irpan Rosadi, Ketua Nahdlatul Wathan Muhammad Zainul Majdi, dan Ketua I Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGIW) Jatim Andri Purnawan.

Dewan Pembina Islam Nusantara Foundation, KH Said Agil Siradj memberikan banyak contoh tentang toleransi beragama sejak zaman Rosulullah Muhammad SAW. Dia mengatakan banyak contoh-contoh yang mendorong agar umat manusia terutama umat Islam bisa bertoleransi.

Di hadapan mahasiswa, dosen, jajaran rektorat dan pengurus Yayasan Perguruan 17 Agustus 1945 (YPTA), Kiai Said juga memberikan pencerahan tentang hakikat manusia di muka bumi.

Manusia diciptakan memiliki mata hati. Mata hati ini fungsinya untuk membedakan mana yang baik dan buruk. Jika sudah mengetahui mana yang baik dan buruk, maka yang berperan selanjutnya adalah moral.

"Misalnya kalau kita sudah tahu korupsi itu buruk, maka di sini peran moral penting supaya tidak melakukannya. Karena dengan moral yang baik, maka hati nurani akan memerintahkan untuk tidak melakukannya. Sebaliknya kalau ada sesuatu yang baik, maka akan melakukannya," tegasnya.

Setelah moral, hal ketiga adalah nurani. Dikatakan Kiai Said, pada dasarnya setiap manusia sudah bisa merasakan itu buruk atau baik. Tidak perlu tanya ke kiai, pendeta atau agama, cukup bertanya pada diri masing-masing apakah itu bisa dilakukan atau tidak.

"Jika sudah merasa bahwa sesuatu itu dilakukan dengan tenang, percaya diri maka itu adalah hal baik. Sebaliknya, jika itu dilakukan dengan ketakutan, maka itu sudah tidak benar. Jadi tanyalah ke diri sendiri," jelasnya.

Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini menambahkan, manusia memiliki kekuatan yang luar biasa, bahkan bisa di luar logika. Ini memang membutuhkan banyak latihan. Melatih diri untuk bisa memiliki logika yang di luar logika orang lain.

Sebagai contoh, misalnya harus mengambil keputusan cepat, yang tidak sempat meminta bantuan orang lain, tidak mungkin berunding, berpikir lama-lama dan sejenisnya.

"Itu harus dilatih agar bisa memiliki kecermatan untuk memutuskan sesuatu dengan logika," tukasnya.

Kiai Said menambahkan, manusia juga memiliki kekuatan misteri. Ini salah satunya dimiliki KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Bahkan Gus Dur pernah menebak Kiai Said akan menjadi Ketua PBNU di usianya yang ke-56.

"Dan benar, saya menjadi Ketua PBNU ketika usia saya 56 tahun," sambung dia.

Baca juga:
Budayawan Kota Batu Minta Maaf Sudutkan Institusi Kepolisian dan Tentara dalam Orasi

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Nahdlatul Wathan Diniyyah Islamiyah (NWDI) TGB HM Zainul Majdi menyebut jika agama menjadi yang kerap didzalimi, khususnya menjelang kontestasi politik.

Menurutnya, nilai-nilai kemuliaan agama tidak sepatutnya dipakai untuk kepentingan mendapatkan kekuasaan. Artinya, tidak diperbolehkan bagi siapapun mereduksi kemuliaan agama pada kontestasi politik.

"Agama itu paling sering didzalimi, khususnya menjelang kontestasi politik. Didzalimi dalam arti dimanfaatkan, dipakai namanya untuk satu tujuan yang sifatnya sangat jangka pendek," ujarnya.

Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) itu menjelaskan, kemuliaan agama itu melingkupi seluruh bangsa. Nilai-nilai mulianya harus dibawa, dan tidak untuk kepentingan mendapatkan kekuasaan.

"Mengklaim bahwa inilah yang paling agamis, inilah representasi dari agama A, agama B. Padahal, tidak boleh kita mereduksi kemuliaan agama hanya pada kontestasi-kontestasi politik," jelasnya.

Dia menyampaikan bahwa kesadaran akan keberagamaan adalah sesuatu yang sudah fitri dalam manusia, khususnya di Indonesia. Namun perlu digarisbawahi, bahwa sesuatu yang sudah ada bukan berarti tidak perlu dijaga.

Baca juga:
Untag Surabaya Rawat Pemikiran Bung Karno Melalui Seminar Nasional Kebangsaan

"Karena itu, upaya-upaya seperti yang dilaksanakan rumah bhineka ini sengaja membuat perjumpaan antar anak bangsa yang berbeda-beda dari beragam komponen untuk bicara tentang persatuan, kerukunan, kebersamaan. Menurut saya perlu kita perbanyak, itu memang kebutuhan bangsa kita," ujarnya.

Dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia juga bakal menghadapi agenda-agenda demokrasi. Di situ, rentan terjadi perbedaan pilihan dan pandangan, sehingga persaudaraan yang terjalin bisa saja menjadi rusak.

Mengantisipasi itu, dia menyebut bahwa perlu adanya memperbanyak perjumpaan. Tak sekedar perjumpaan saja, tapi diisi dengan banyak perspektif.

"Intinya adalah kita sama-sama menjaga, berusaha menghadirkan persaudaraan yang bukan dibuat-buat dan sementara, tapi karena sadar bahwa kita ini memang harus menjaga persaudaraan," urainya.

Sementara Ketua Rumah Bhinneka, Iriyanto Susilo mengatakan bahwa diskusi ini digelar untuk memberikan ruang untuk bertukar pikiran, kerjasama antar tokoh-rokoh berbeda latar belakang, baik agama hingga suku.

"Hal itu kami lakukan untuk membangun kerukunan. Agar rukun, perjumpaan seperti ini harus terus dilakukan," tukasnya.