Pixel Codejatimnow.com

Tragedi Kanjuruhan Termasuk Pelanggaran HAM Berat? Ini Penjelasan Pakar Hukum

Editor : Zaki Zubaidi  Reporter : Farizal Tito
Review Forum Group Discussion (FGD) Tragedi Kanjuruhan dengan mendatangkan keluarga para korban di Unair Surabaya. (Foto:  Farizal Tito/jatimnow.com)
Review Forum Group Discussion (FGD) Tragedi Kanjuruhan dengan mendatangkan keluarga para korban di Unair Surabaya. (Foto: Farizal Tito/jatimnow.com)

jatimnow.com - Dekan Fakultas Hukum (FH) Unair Iman Prihandono mengaku belum dan tidak menemukan adanya unsur pelanggaran HAM berat dalam tragedi Kanjuruhan. Menurutnya, di antara unsur pelanggaran HAM berat harus bersifat sistematis atau meluas.

Penegasan tersebut diungkapkannya saat review Forum Group Discussion (FGD) Tragedi Kanjuruhan dengan mendatangkan keluarga para korban di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Rabu (7/12/2022).

"Ada yang bilang kasus Kanjuruhan ini HAM berat. Tapi saya sendiri berpendapat bahwa unsur-unsur di pelanggaran HAM beratnya belum atau tidak terpenuhi. Jadi, di antara unsur pelanggaran HAM berat itu yang pertama adalah sistematis atau dia meluas," ungkap Iman.

Ia juga menegaskan, di Kanjuruhan tidak ada unsur meluas. Pasalnya, kejadian ini hanya berada di satu tempat yaitu di Stadion Kanjuruhan, Malang. Sedangkan untuk memenuhi unsur meluas, maka dia harus berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain.

"Sehingga yang paling bisa untuk kita analisa lagi yaitu unsur sistematisnya. Di unsur sistematis, kalau kita cek lagi unsur sistematis itu paling nggak, ada dua kategori yang harus dipenuhi untuk dia menjadi HAM berat," tegasnya.

Di unsur sistematis, kata dia, yang pertama yaitu harus melupakan kebijakan dari penguasa ataupun pemerintah. Kebijakan itu, harus didorong atau didengungkan oleh penguasa meskipun tidak secara tertulis.

"Di Kanjuruhan, kalau dibilang sistematis dan ada kebijakan pemerintah, berarti kebijakannya itu harus berbentuk seperti misalnya bahwa pengamanan sepak bola, kalau ada kerusuhan maka langkah yang bisa diambil adalah dibunuh. Itu kan nggak mungkin ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia," jelasnya.

Baca juga:
Ini Ilustrasi Baru Arema FC di HUT ke-36, Bismillah Bangkit

Unsur kedua dari sistematis adalah terkait dengan pola. Menurut Iman, unsur tersebut harus terpola dan terstruktur. Artinya, di setiap kejadian yang sama, penangananya seperti apa yang terjadi di Kanjuruhan.

"Nah, kita nggak melihat ada pola yang sama di penanganan kerusuhan sepak bola di Indonesia. Kenapa pola itu penting ? Karena unsur yang sistematis itu memerlukan pola yang bukan sekedar sporadis. Sedangkan Kanjuruhan ini sporadis. Kita cuma tahu ada kejadian sepak bola seperti di Kanjuruhan ini ya cuma di Kanjuruhan. Sehingga unsur sistematis di pelanggaran berat HAM tidak terpenuhi," tandasnya.

Sementara keluarga korban, Vincensius Ari mengatakan pada FGD ini pihaknya tidak menitik beratkan pada persoalan hukum. Tapi, pihaknya lebih fokus terhadap langkah pascatragedi Kanjuruhan.

Baca juga:
Pria Bersepeda Bawa Keranda dari Batu Disambut Bonek di Surabaya, Ini Pesannya

"Kami diskusinya masalah penyelesaian selanjutnya, bukan masalah hukumnya. Kalau permasalahan hukumnya kami ada lembaga hukum yang akan membantu. Kami menitikfokuskan kepada setelah tragedi Kanjuruhan ini para korban yang mengalami trauma itu diperhatikan. Trauma healing, itu diperhatikan. Terus keselanjutannya proses hukumnya itu bagaimana. Itu harus berjalan dengan baik," bebernya.

Vincencius juga mengungkapkan jika penyampaian para pakar dalam Review FGD Tragedi Kanjuruhan sedikit membuka dan memperluas pandangan keluarga korban terkait penyelesaian hukum yang ada saat ini.

"Hanya itu poin yang kami bicarakan. Yang sebelumnya kami tidak tahu bahwa kasus ini sudah diproses oleh kepolisian, itu akhirnya kami tahu lewat para pakar yang selama ini kami tahu kan lewat media. Dengan begini, keluarga korban kumpul, dijelaskan kepada kami sedikit banyak meskipun tidak nyampe 50 persen yang masuk, tapi paling tidak kita tahu," pungkasnya.