Pixel Code jatimnow.com

Warisan Turun Temurun Nasi Boranan Khas Lamongan di Desa Asalnya

Editor : Rochman Arief   Reporter : Adyad Ammy Iffansah
Wakih penjual nasi boranan Kaotan saat hendak berangkat melakukan rutinitasnya berdagang. (foto : Adyad Ammy Iffansah/jatimnow.com)
Wakih penjual nasi boranan Kaotan saat hendak berangkat melakukan rutinitasnya berdagang. (foto : Adyad Ammy Iffansah/jatimnow.com)

jatimnow.com - Nasi boranan merupakan kuliner legendaris khas Kabupaten Lamongan. Tapi tidak banyak yang mengetahui cerita panjang di balik kuliner asal Kota Soto.

Konon kuliner ini merupakan salah satu warisan usaha yang sudah turun temurun, secara alamiah di desa asalnya. Anda penasaran daerah asalnya?

Nasi yang terkenal akan kelezatannya itu berasal dari Dusun Kaotan, Desa Sumberejo, Kecamatan/Kabupaten Lamongan. Mayoritas warga di sana berprofesi sebagai pedagang nasi boranan.

Menariknya lagi, penjual nasi boranan sejak pertama kemunculannya sampai saat ini hanya dilakoni para kaum hawa di desa setempat.

"Kalau dulu dilakukan ibu-ibu, terus dilanjutkan anak-anaknya, termasuk saya dan kebanyakan pedagang boranan lainya di sini (Kaotan)," kata pedagang boranan kaotan, Wakih saat dijumpai Rabu (18/1/2023).

Meski turun temurun dan ditekuni lintas generasi, orisinalitas nasi boranan ini masih terjaga dan tidak terlalu banyak berubah. Apalagi dilakukan inovasi. Mulai dari bahan, bumbu, hingga penyajian dilakukan secara konvensional.

Gapura Dusun Kaotan, Desa Sumberejo, Kecamatan/Kabupaten Lamongan (foto : Adyad Ammy Iffansah/jatimnow.com)Gapura Dusun Kaotan, Desa Sumberejo, Kecamatan/Kabupaten Lamongan (foto : Adyad Ammy Iffansah/jatimnow.com)

Baca juga:
Menikmati Bakso Kapok di Lamongan, Rp15 Ribu Ambil Sepuasnya

"Dari dulu ya seperti ini, sejak ibu saya nggak ada perubahan, tetap seperti ini. Mungkin bedanya kalau dulu dijajahkan (dijual) keliling sekarang mangkal di satu tempat," lanjutnya.

Mengenai pasang surut usaha kuliner yang ditekuninya, Wakih mengaku sudah cukup. Meski sempat terpukul akibat pandemi covid-19, para pedagang memilih bertahan dan melanjutkan warisan yang telah berjalan berpuluh-puluh tahun.

"Untung-ruginya nggak bisa diprediksi. Ada yang bilang, akhir pekan ramai. Nyatanya kadang, ya sepi. Nah, selama Covid-19 lalu betul-betul terdampak sekali," bebernya.

Baca juga:
Hujan Angin Terjang Lamongan, Rumah hingga Pasar Rusak

Sebagai gambaran, pedagang yang setiap harinya mangkal di belakang gedung Pemkab Lamongan ini menyiapkan kurang lebih 100 porsi dengan berbagai lauk pauk. Salah satunya yang paling dicari pembeli adalah ikan silih.

"Memang untung-untungan, yang paling enak ya ketika di booking untuk acara-acara besar," paparnya.

Nasi baronan khas Lamongan menanti tangan-tangan generasi muda untuk terus dilestarikan. Setidakya bisa menjadi benteng atas gempuran kuliner impor.