Pixel Codejatimnow.com

Desa Durungbedug Sidoarjo, Hutan Tak Terjamah yang Dibabat Sebelum Siang

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : Zainul Fajar
Batas Desa Durungbedug, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo (Foto: Zainul Fajar/jatimnow)
Batas Desa Durungbedug, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo (Foto: Zainul Fajar/jatimnow)

jatimnow.com - Hutan belum terjamah yang konon dibabat sebelum siang hari, kini menjadi desa unik bernama Durungbedug. Desa itu berada di wilayah Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo.

Durungbedug adalah Bahasa Jawa yang artinya sebelum siang atau waktu zuhur. Desa ini terletak di ujung barat Kecamatan Candi perbatasan dengan Kecamatan Tulangan.

Salah seorang warga bernama Agus (40) menceritakan, menurut cerita yang didengarnya dari pendahulu setempat, Desa Durungbedug dulunya adalah sebuah alas atau hutan yang belum terjamah.

"Dulu ada sepasang petani yang nekad membabat kawasan ini karena ia telah diusir dari pemukiman yang ada di utara. Mereka itu bikin semacam gubuk-gubukan di sini," terang Agus.

Agus mengatakan bahwa selain mendirikan gubuk sebagai tempat tinggal, sepasang suami istri itu juga berniat untuk menanam padi dan tebu di lahan hutan yang sudah dibabatnya.

"Mereka ini kabarnya memulai aktivitas babat alasnya itu selalu dari pagi sampai sebelum bedug atau dzuhur. Dan itu dilakukannya setiap hari sampai wilayah ini sebagain besar terbuka. Dari situlah istilah Durungbedug lahir," terangnya.

Baca juga:
Fragmen Sejarah, Kartini Nyantri pada Mbah Sholeh Darat

Namun, pria berusia 40 tahun ini tidak dapat memastikan apakah cerita tersebut menjadi sumber penamaan Desa Durungbedug atau bukan.

"Saya cuman mendengar dari para pendahulu atau cerita dari mbah-mbah," imbuhnya.

Sementara Ketua Komunitas Sidoarjo Masa Kuno, dr. Sudi Harjanto menuturkan, sebenarnya nama Durungbedug telah ada di peta lama milik Belanda yang diketahui pada Tahun 1892 Masehi.

"Kemungkinan sebelum itu sudah ada juga. Nama yang baru ada Bedug dan Banjar ini baru ada sekitar 1900-an," ungkap dr. Sudi sambi memperlihatkan peta milik Belanda.

Baca juga:
Kisah Pembakaran Mobil Mallaby Diabadikan di Taman Sejarah Surabaya

Dokter umum yang gemar menggeluti sejarah tersebut mengatakan, berdasar penelitian yang dilakukannya bersama rekan sekomunitas, Durungbedug berasal dari kata "Durun" yang berarti lumbung padi.

"Durun dapat diartikan kuali atau lumbung padi kecil. Nama Durun tersebut didapat dari dari peta Tahun 1892 milik Belanda," paparnya.

Dia menambahkan, orang-orang terdahulu banyak menamai daerah, kawasan, atau desa berdasarakan apa yang ada dan banyak ditemui di wilayah tersebut.