Pixel Codejatimnow.com

Remaja Keterbelakangan Mental di Sedati Sidoarjo Tangannya Diikat 15 Tahun

Editor : Zaki Zubaidi  Reporter : Zainul Fajar
Kondisi Rizki saat ditemui di rumahnya. (Foto: Zainul Fajar/jatimnow.com)
Kondisi Rizki saat ditemui di rumahnya. (Foto: Zainul Fajar/jatimnow.com)

jatimnow.com - Kisah mengharukan datang dari seorang remaja bernama Rizki Ubaidillah (19) warga Betro, Sedati, Sidoarjo. Rizki harus diikat tangannya dengan kain sejak berumur 5 tahun.

Hal tersebut terpaksa dilakukan kedua orang tuanya karena tak tega melihat anaknya mencakar dan memukul kepalanya hingga luka dan berdarah dengan tangannya sendiri.

Anak pertama dari Aryadi (49) dan Umi Mufidah (41) tersebut diduga mengalami keterbelakangan mental.

Siti Romlah nenek Rizki saat ditemui di rumahnya mengaku, bahwa hal ini terpaksa dilakukan agar tak melihat cucu kesayangannya merasa kesakitan.

Keanehan perilaku cucunya baru diketahui setelah berumur 4 tahun. Tidak seperti anak pada umumnya, Rizki memiliki perbedaan secara signifikan dari teman-teman sebayanya.

"Saya melihat cucu saya kasihan. Seharusnya dia sudah lulus sekolah SMA seperti temannya, tetapi cucu saya seperti ini keadaannya," ujar Siti Romlah. Selasa (21/2/2023).

Baca juga:
Bupati Ipuk Beber Komitmen Pemkab Banyuwangi Peduli Difabel, Ini Buktinya

Lebih lanjut, Siti mengungkapkan bahwa selama ini, Rizki tidak pernah mengenyam bangku sekolah sama sekali.

"Kami terpaksa mengikatnya sejak umur kisaran 5 tahunan hingga sekarang. Untuk pendidikan kami jujur bahwa Rizki ini tidak disekolahkan," ungkapnya.

Menjawab respon yang dilaporkan masyarakat, Wakil Bupati Sidoarjo Subandi yang mengunjungi rumah Rizki menegaskan bahwa Rizki harus segera ditangani oleh rumah sakit.

Baca juga:
Puluhan Penyandang Disabilitas di Malang Ikuti Edukasi Safety Riding

"Saya sudah meminta tolong bantuan kepada Kadinkes untuk dilakukan perawatan di rumah sakit terlebih dahulu," ujar Subandi.

Ketua DPC PKB Sidoarjo itu mengatakan bahwa semua masyarakat berhak mendapat pelayanan dan penanganan dari pemerintah terkait kondisi kejiwaannya ataupun pendidikannya.

"Jika kondisinya sudah membaik, selanjutnya akan ditawarkan kepada keluarganya soal pendidikannya. Mungkin belajar di sekokah luar biasa (SLB) atau lainnya," pungkasnya.