Pixel Code jatimnow.com

Cuaca Ekstrem Bikin Petani Cabai Rawit di Banyuwangi Terancam Gagal Panen

Editor : Zaki Zubaidi   Reporter : Eko Purwanto
Suciati (50) saat memanen cabai rawit di areal persawahan miliknya. (Foto: Eko Purwanto/jatimnow.com)
Suciati (50) saat memanen cabai rawit di areal persawahan miliknya. (Foto: Eko Purwanto/jatimnow.com)

jatimnow.com - Petani cabai rawit mulai merasakan dampak cuaca ekstrem yang melanda Banyuwangi beberapa pekan ini. Tanaman mereka rusak dan nyaris tak bisa dipanen.

Tak hanya rusak, dampak lainnya adalah harga jual cabai terjun bebas di pasaran. Petani pun diambang kebangkrutan.

Kondisi itu yang dirasakan Suyadi (55) petani cabai rawit asal Dusun Kedungsumur, Desa Kedunggebang, Kecamatan Tegaldlimo. Selain terancam gagal panen, ia harus menelan kerugian lantaran harga cabai rawit anjlok di pasaran.

"Harga cabai rawit saat ini mengalami penurunan yang sangat dratis, harganya mulai Rp18 ribu sampai Rp20 ribu rupiah per kilogram,” ujarnya kepada jatimnow.com, Jumat (14/04/2023).

Harga tersebut, ungkap Suyadi, jauh lebih murah ketimbang harga panen musim lalu. Menurutnya, harga jual dari petani dinilai terlalu murah dan tak sebanding dengan biaya produksi.

"Musim lalu harganya sebesar Rp50 ribu per kilogram. Tidak sebanding dengan tenaga dan merawatnya. Selain itu, untuk mendapatkan pupuk saja kita kesulitan,” terangnya.

Senasib, Suciati (50), petani asal Dusun Kendal, Desa Sumberbaru, Kecamatan Singojuruh, mengungkapkan cuaca ekstrem menyebabkan cabai rawitnya menjadi rusak.

“Banyak yang rusak, saat siap dipanen,” katanya.

Kurang lebih seminggu terakhir, cuaca di siang hari tidak menentu. Terkadang panas dan juga tiba-tiba berawan dan turun hujan.

“Cabai itu kalau kena hujan kadang ada yang hanyut,” imbuhnya.

Selain risiko hanyut, tanaman cabai yang sudah ditanamnya sejak bulan Oktober 2022 itu juga tidak terlalu baik kualitasnya.

Baca juga:
Harga Cabai Rawit Murah, Petani di Kediri Ogah Pakai Buruh Panen

“Turun kualitasnya, kena air jadi beberapa yang busuk,” ungkapnya.

Di lahan seluas 0,8 hektare itu, Suciati sudah panen cabai rawit sebanyak sepuluh kali. Namun, cuaca ekstrem membuat hasil panennya turun.

“Cuma bisa panen 20 kilogram dari lahan seluas ini, biasanya bisa hampir dua kali lipatnya,” katanya.

Sementara itu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Banyuwangi memprediksi cuaca ekstrem masih akan berlanjut hingga beberapa hari kedepan. Hal ini dipengaruhi oleh siklon tropis Ilsa di perairan Pulau Sumba.

"Beberapa hari kedepan masih berpotensi terjadi hujan sedang hingga lebat yang datangnya secara tiba-tiba," terang prakirawan BMKG, Dita Purnamasari.

Baca juga:
Awal Tahun 2024, Cabai Rawit di Lamongan Masih Rp75 Ribu per Kg

Dita menyebut, cuaca ekstrem diprediksi akan berakhir hingga bulan April. Menurutnya, saat ini terjadi masa peralihan dari musim penghujan ke musim kemarau.

"Peralihan musim ini membuat cuaca tak menentu ya. Tiba-tiba panas dan hujan. Jadi peralihan itu cenderung ekstrem," tambahnya.

Tak hanya berdampak pada cuaca ekstrem, dampak siklon tropis Ilsa, terang Dita, turut mempengaruhi tinggi gelombang air laut di Banyuwangi.

"Dampak siklon tropis Ilsa turut mempengaruhi tingginya gelombang air laut di perairan selatan Banyuwangi. Tinggi gelombang air laut cukup tinggi gelombang mencapai 3 sampai 4,5 meter. Dan cenderung ekstrem," tandasnya.