Pixel Codejatimnow.com

Nelayan Weringin Desak Hentikan Jual Beli Area Pantai Weru Lamongan

Editor : Zaki Zubaidi  Reporter : Adyad Ammy Iffansah
Pemasangan spanduk sebagai bentuk penolakan atas jual beli tanah area pantai Desa Weru, Kecamatan Paciran, Lamongan. (Foto : Adyad Ammy Iffansah/jatimnow.com)
Pemasangan spanduk sebagai bentuk penolakan atas jual beli tanah area pantai Desa Weru, Kecamatan Paciran, Lamongan. (Foto : Adyad Ammy Iffansah/jatimnow.com)

jatimnow.comPaguyuban Nelayan Weringin Desa Weru mendesak agar jual beli area pantai di wilayah Desa Weru, Kecamatan Paciran, Lamongan yang berstatus aset kas desa, dihentikan. 

Mereka menggeruduk balai desa setempat pada Senin (31/7/2023) petang. Sebagai bentuk kekesalan mereka juga membawa spanduk bertuliskan "Hentikan penjualan aset tanah kas Desa Weru, apapun alasannya. Jangan seenaknya jual tanah kas desa kami. Nenek moyang kami memerintahkan untuk menjaga dan merawatnya".

Diketahui, tanah yang kini menjadi sengketa itu adalah tanah di bibir pantai yang mengalami perluasan secara alamiah karena sedimentasi.

Seiring berjalannya waktu, Kepala Desa Weru kemudian berinisiatif menjual tanah di bibir pantai itu. Sedangkan untuk mengelola dana hasil penjualan tanah, diserahkan kepada pihak Pokmas Sari Mustika, yang dibentuk oleh Pemdes setempat.

Ketua BPD Desa Weru, Miftahuddin mengatakan bahwa pertemuan ini sengaja digelar untuk agar permasalahan yang timbul di masyarakat bisa segera terselesaikan.

"Kami atas nama BPD dapat masukan bahwa ada aset atau tanah kas desa yang dipersengketakan. Mereka mempertanyakan bagaimana legalitas atau status hukum tanah di bibir pantai yang diperjualbelikan tersebut? Karena sudah ada belasan pembeli tapi muaranya tidak jelas," kata Miftah, Selasa (1/8/2023)

Miftah juga menjelaskan bahwa pertemuan ini juga tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya, pada tanggal 5 Juli kemarin, yang belum mendapatkan titik temu.

Baca juga:
Urusan Tanah Rumit dan Sulit? Ini Tips dari PPAT Gresik untuk Menghindari Sengketa

"Harapan kami, dengan melibatkan beberapa unsur, termasuk dari Forkopimcam dan Bappenda, masalah ini bisa segera selesai. Sehingga tuntutan masyarakat pun bisa diselesaikan," harapnya.

Salah satu pembeli tanah, Anick mengungkapkan bahwa dirinya membeli tanah di sebelah timur masjid. Berdasarkan sidang atau pertemuan pada tanggal 5 Juli kemarin, akad jual beli itu sudah dibatalkan karena status tanah masih sengketa dan simpang siur.

"Kami membeli sebidang tanah di timur masjid sebesar Rp30 juta. Setelah itu, saya hanya diberikan kuitansi tidak resmi, malah uang itu menjadi dana sumbangan untuk pembuatan break water dan kami juga cuma diberikan sertifikat penghargaan tidak resmi," ungkapnya.

Baca juga:
Warga Gelar Unjuk Rasa Atas Tanah Yang Diklaim oleh PT KAI

Hal senada dituturkan oleh Husnul Manaf, perwakilan dari masyarakat nelayan yang hadir. Menurutnya, saat status tanah ini belum jelas, pihak kepala desa justru berani untuk menjual tanah di bibir pantai.

"Awalnya saja sudah keliru, penjualannya juga tidak pakai kuitansi resmi, dana pembayaran dinamakan sumbangan. Selain itu, mereka yang membayar hanya diberikan sertifikat penghargaan. Sehingga kami menuntut untuk dibatalkan dan dikembalikan semua uang pembayaran," paparnya.