Pixel Codejatimnow.com

Bitcoin Potensi Turun di Bawah Rp381 Juta, Peluang Bagus?

Editor : Zaki Zubaidi  
ilustrasi
ilustrasi

jatimnow.com - Harga kripto, khususnya Bitcoin (BTC), terus mengalami penurunan yang signifikan. Ini memunculkan pertanyaan apakah saat ini adalah peluang emas untuk membeli dengan harga "diskon"?

Pergerakan harga BTC telah mencerminkan penurunan yang cukup tajam dalam beberapa pekan terakhir. Koreksi ini terjadi setelah periode kenaikan yang signifikan sebelumnya yang membuat Bitcoin kembali berada di atas harga US$ 30.000 atau sekitar Rp457 juta.

Meskipun demikian, apakah ini menjadi indikasi bahwa minat terhadap investasi kripto secara keseluruhan sedang merosot?

Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, melihat Bitcoin dan pasar kripto secara keseluruhan masih dibayangi tekanan ketidakpastian yang kuat sehingga cenderung bergerak sideways dan menurun. Tren penurunan ini juga diikuti oleh volume transaksi yang masih terbilang rendah.

"Untuk saat ini, banyak pelaku pasar, baik itu trader maupun investor, masih memilih untuk bersikap hati-hati dan mengambil pendekatan "wait and see". Mereka menunggu hingga arah pasar lebih jelas, mengingat adanya banyak ketidakpastian yang sedang berlangsung," kata Fyqieh, Kamis (24/8/2023).

Di Amerika Serikat, para investor tampaknya masih merasa ragu untuk kembali menanamkan minat mereka pada aset berisiko. Ini terlihat dari perkembangan kenaikan imbal hasil obligasi yang terjadi belakangan ini.

Imbal hasil Treasury AS jangka panjang bahkan telah mencapai level tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Kenaikan ini secara tidak langsung memberikan dampak pada minat pembelian aset-aset berisiko seperti kripto, karena likuiditas pasar menjadi
terbatas.

Transaksi Bitcoin Rendah

Aset Bitcoin sendiri baru-baru ini diperdagangkan pada level terendah dalam dua bulan terakhir, yaitu sekitar US$ 26.000 atau Rp396 juta. Hal ini mencerminkan adanya tren investasi kripto yang cenderung bergerak sideways, tanpa arah yang pasti.

Menurut Fyqieh, Bitcoin mungkin masih memiliki potensi untuk mengalami penurunan yang lebih dalam jangka pendek.Saat ini, perhatian utama pelaku pasar tertuju pada Jackson Hole Symposium, acara di mana Ketua The Fed, Jerome Powell, dijadwalkan untuk memberikan pidato.

Baca juga:
Harga Bitcoin Kembali Bergairah, Potensi Tren Bullish Kembali

"Pidato ini diharapkan dapat memberikan pandangan yang lebih jelas mengenai ekonomi AS serta proyeksi kebijakan moneter Bank Sentral AS ke depannya. Karena acara ini akan berlangsung pada tanggal 24-26 Agustus 2023, volume transaksi di pasar kripto diperkirakan masih akan tetap rendah," jelasnya.

Faktor rendahnya volume transaksi ini disebabkan oleh para investor yang tengah menantikan kondisi pasar. Mereka ingin mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari pidato Powell, yang memiliki potensi untuk membentuk pandangan kebijakan suku bunga AS dalam jangka pendek.

Pidato Powell sendiri dijadwalkan akan dilaksanakan pada Jumat (25/8) malam, sehingga kemungkinan besar akan diikuti oleh peningkatan volatilitas di pasar kripto.

"Dalam konteks ini, kemungkinan terbesar adalah bahwa The Fed akan tetap pada posisi hawkish, dengan terus meningkatkan suku bunga acuan di masa depan. Hal ini sejalan dengan upaya mencapai target inflasi AS sebesar 2%, yang masih memiliki tantangan tersendiri. Oleh karena itu, para investor dan trader harus mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan pergerakan turun lebih lanjut," ungkapnya.

Potensi Turun dan Harga "Diskon"

Kondisi yang tidak pasti ini berpotensi membuat harga Bitcoin mengalami konsolidasi di kisaran US$ 26.000 (sekitar Rp396 juta) hingga US$ 25.000 (sekitar Rp381 juta).
Berdasarkan analisis teknikal dari grafik mingguan Bitcoin, terdapat kemungkinan adanya koreksi drastis lebih lanjut sehingga memberikan peluang terciptanya harga "diskon" untuk bisa dimanfaatkan oleh investor jangka panjang untuk melakukan akumulasi.

Baca juga:
Analisis Penurunan Harga Bitcoin: Potensi Pembelian di Tengah Volatilitas Pasar

"Target saat ini berada di kisaran US$ 22.000 (sekitar Rp335 juta) hingga US$ 20.000 (sekitar Rp305 juta), yang sejalan dengan garis Fibonacci 61,8% yang umumnya menjadi titik harga pulih. Indikator relative strength index (RSI) dan Moving average convergence/divergence (MACD) juga memberikan dukungan pada skenario koreksi ini, terlihat dari dominasi volume penjualan dibandingkan volume pembelian," analisis Fyqieh.

Namun, perubahan mendadak dalam pandangan Jerome Powell, misalnya mengindikasikan niat untuk menghentikan peningkatan suku bunga acuan atau bahkan meningkatkan jumlah uang beredar, dapat berpotensi menghasilkan dampak yang signifikan.

Dalam situasi ini, aset berisiko seperti saham dan kripto berpotensi mengalami kenaikan. Hal ini dapat membawa Bitcoin untuk pulih dan mencapai kembali kisaran US$ 30.000 (Rp457 juta), membuka peluang untuk pertumbuhan lebih lanjut menjelang peristiwa halving berikutnya.

"Investor Bitcoin bisa menilai volatilitas yang sideways dan cenderung jenuh. Sebaiknya melakukan diversifikasi portofolio dengan menambahkan berbagai aset kripto. Ini dapat membantu mengurangi risiko. Untuk jangka panjang bisa mulai menabung atau DCA (dollar cost averaging) dengan rutin hingga halving Bitcoin. Ini merupakan sentimen yang sangat bagus," pungkas Fyqieh.