Pixel Code jatimnow.com

Volatilitas Bitcoin Rendah: Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

Editor : Redaksi  
ilustrasi
ilustrasi

jatimnow.com - Bitcoin tampaknya mengalami stagnasi sejak pertengahan Agustus setelah harapan palsu mengenai persetujuan Exchange-Traded Fund (ETF) Bitcoin spot di Amerika Serikat. Meskipun penundaan ETF ini menjadi penyebab utama stagnasi Bitcoin, ada faktor-faktor lain yang perlu dipertimbangkan.

Apakah ada potensi penurunan lebih lanjut?

Harga Bitcoin telah berada dalam kisaran US$ 25.000 hingga US$ 26.000 dalam beberapa minggu terakhir, yang disebabkan oleh rendahnya volume transaksi.

Mayoritas analis pasar kripto masih menyalahkan Securities and Exchange Commission (SEC) atas stagnasi Bitcoin. SEC telah menunda persetujuan ETF Bitcoin Spot yang awalnya dijadwalkan untuk September 2023, namun saat ini belum ada kepastian kapan persetujuan ini akan diberikan.

Trader Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, melihat terdapat dua narasi utama yang berpengaruh pada keputusan persetujuan ETF ini. Pertama, persetujuan bisa saja terjadi pada akhir tahun 2023, dan kedua, pada awal tahun 2024 menjelang periode halving Bitcoin.

Ia juga menyoroti bahwa reli sebelumnya yang terjadi setelah keputusan Grayscale tidak harus dianggap sebagai tanda bahwa Bitcoin sedang memasuki fase pertumbuhan. Fyqieh memperkirakan bahwa Bitcoin akan mengalami reli positif setelah halving pada tahun 2024.

"Namun, ketidakpastian ini telah membuat investor pesimis dan kurang tertarik untuk melakukan transaksi beli atau jual, sehingga volume transaksi Bitcoin saat ini berada pada level terendah, bahkan terendah sejak akhir 2020 menurut data dari CryptoQuant," kata Fyqieh.

Berita Ekonomi Masih Bearish

Baca juga:
Trump Kembali jadi Presiden AS, Harga Bitcoin Melonjak ke Rekor Baru

Selain itu, berita ekonomi saat ini cenderung bearish. Kemungkinan besar, Bitcoin akan tetap mengalami konsolidasi, terutama hingga akhir tahun, karena terdapat banyak ketidakpastian, terutama dalam hal faktor makroekonomi.

Menurut Fyqieh, suku bunga acuan menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi pasar, di mana Amerika Serikat berencana untuk meningkatkan suku bunga acuannya, yang dapat mempengaruhi Dolar AS dan pasar keuangan global secara keseluruhan.

"Baru-baru ini, pasar kripto dan Bitcoin menunjukkan penurunan menyusul pernyataan dari salah satu Presiden The Fed yang mengisyaratkan kenaikan suku bunga lebih lanjut. Di tengah ketidakpastian ekonomi dan kekhawatiran inflasi, investor memantau dengan cermat keputusan The Fed, yang memengaruhi perilaku pasar kripto," jelasnya.

Ketidakpastian ekonomi dan kekhawatiran mengenai inflasi menjadi faktor yang memengaruhi perilaku pasar kripto. Selain itu, keputusan The Fed, yang berpengaruh pada perilaku pasar kripto, akan diambil setelah rilis data inflasi terbaru AS pada 13 September 2023, dan pertemuan mereka pada 19-20 September akan sangat memengaruhi pasar.

Baca juga:
Ketika Kripto Terdampak Penutupan Judi Online di Indonesia

"Kenaikan suku bunga di masa depan dapat merugikan Bitcoin, yang dianggap sebagai aset berisiko tinggi. Bahkan tidak mengecualikan kemungkinan penurunan harga Bitcoin hingga mencapai US$ 24.000 atau sekitar Rp 367 juta," analisis Fyqieh.

Selain faktor ekonomi, ada juga ketidakpastian dari pasar kripto itu sendiri, seperti penundaan keputusan SEC mengenai persetujuan ETF Bitcoin Spot, kasus Binance yang masih belum terselesaikan, dan kompensasi yang harus diberikan oleh FTX kepada pengguna.

Penundaan dari SEC bisa berlanjut hingga akhir tahun atau bahkan tahun depan, menambah tingkat ketidakpastian. Namun, jika regulator di Amerika Serikat mungkin menyetujui dana-dana yang diperdagangkan dalam ETF Bitcoin dari Grayscale, BlackRock, dan lainnya, hal ini dapat memicu arus masuk ke pasar aset digital.