jatimnow.com - Taman Edelweiss di Desa Wonokitri menjadi pilihan wisata baru di kawasan Gunung Bromo. Terletak di sisi luar, tepatnya di Kecamatan Tosari, Pasuruan, desa wisata ini menyimpan pesona bunga abadi yang sakral bagi masyarakat suku Tengger.
Taman Edelweiss di Desa Wonokitri merupakan pusat pembudidayaan bunga endemik Gunung Bromo tersebut. Berada di ketinggian 1840 Mdpl, desa ini menjadi rumah yang cocok bagi bunga abadi ini.
Selain menawarkan bunga Edelweiss yang cantik dan anggun, kawasan ini menyuguhkan lanskap yang eksotis. Pegunungan berbalut kabut tipis yang sejuk dan asri menambah daya tarik wisata ini. Pengunjung juga bisa menikmatinya dengan bersantai di kafe taman, ditemani pisang goreng dan teh hangat.
Ada tiga jenis Edelweiss yang dibudidayakan oleh Kelompok Tani Hutan (KTH) Hulun Hyang di sana. Anaphalis Longofilia, Anaphalis Vischida dan Anaphalis Javanica. Jenis terakhir, yang tergolong ke dalam keluarga Asteraceae dan dikenal sebagai Edelweiss Jawa ini dilindungi oleh undang-undang. Bunga tersebut memiliki daun kecil dengan bunga berwarna putih yang bermekaran pada akhir musim hujan, sekitar April.
Tak hanya bisa menikmati indahnya, dengan konsep eco wisata pengunjung juga bisa belajar dan menebar benih Edelweiss di sana. Seperti tagline mereka ‘menebar benih Edelweiss, menuai cinta yang abadi’.
Sebagai salah satu desa wisata rintisan terbaik dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023, Taman Edelweiss sudah mengantongi izin untuk membudidayakan bunga langka ini. Selain alasan konservasi, budidaya juga erat kaitannya dengan budaya masyarakat suku Tengger, yang selalu menggunakan bunga ini di setiap acara adat.
Ketua KTH Hulun Hyang, Teguh Wibowo, mengatakan Taman Edelweiss lahir dari sebuah keprihatinan akan keberadaan bunga ini yang semakin terancam, di tengah kebutuhan adat yang tidak lagi bisa dilawan.
“Lahirnya Taman Edelweiss ini berawal dari keprihatinan kami karena yang jelas masyarakat Tengger butuh Edelweiss tapi masyarakat harus mengambil dari kawasan konservasi yang dilindungi undang-undang. Ini juga mengancam keberadaan Edelweiss di habitat aslinya dan budaya kami, akhirnya kami konsentrasi untuk bagaimana membudidayakan Edelweiss ini,” kata Teguh Sabtu (9/9/2023).
Baca juga:
Pj Bupati Pasuruan Minta Kadisdikbud Tegas soal Bullying di Sekolah
Sebelumnya masyarakat mengambil bunga Edelweiss ini sampai masuk kawasan konservasi, tak jarang mereka harus bersinggungan dengan pihak Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN BTS). Kini mereka bisa mengambil Edelweiss untuk keperluan adat di taman ini gratis. Mereka juga boleh menanamnya di halaman rumah.
80 persen upacara adat suku Tengger menggunakan Edelweiss, bunga yang oleh leluhur mereka disebut Tan Hana Layu atau tak akan pernah layu. Ada upacara Yadnya Kasada dan Karo, salah satu hari raya mereka yang digelar dua bulan sebelumnya. Termasuk upacara bulanan dan masing-masing hajat warga.
Belum lagi, lanjut Teguh, ancaman kebakaran hutan yang menggerus keberadaan Edelweiss di Bromo. Ini membuat tekadnya semakin kuat membangun kawasan ini pada 2016.
Baca juga:
Laskar Kamil Gelar Deklarasi Pemenangan Khofifah - Emil di Pasuruan
“Kalau tidak dibudidayakan terus diambil di kawasan ini bisa punah. Belum lagi banyak kebakaran yang mengancam Edelweiss di alamnya,” jelas Teguh.
“Kita 2016 mulai, trial and error. Gayung bersambut 2018 kita dibantu oleh KPw Bank Indonesia Malang melalui Program Sosial Bank Indonesia,” tambahnya.
Kini, KTH Hulun Hyang yang sudah beranggotakan 32 orang ini bekerja sama dengan Universitas Brawijaya melakukan penelitian untuk menghasilkan produk sampingan bukan hanya kerajinan tangan, melainkan berupa teh yang masih dalam taraf pengujian laboratorium.
Mereka berusaha terus berkembang, sehingga keberadaan Taman Edelweiss di Desa Wonokitri ini semakin memberikan manfaat ekonomi ke masyarakat sekitar bahkan bekontribusi lebih terhadap PAD Kabupaten Pasuruan.