Pixel Code jatimnow.com

Pembahasan Perubahan APBD Jatim 2023 Berakhir Deadlock, Ini Solusi Fraksi Gerindra

Editor : Zaki Zubaidi   Reporter : Ni'am Kurniawan
Anggota Fraksi Partai Gerindra, Aufa Zhafiri. (Foto: Pri for jatimnow.com)
Anggota Fraksi Partai Gerindra, Aufa Zhafiri. (Foto: Pri for jatimnow.com)

jatimnow.com - Kelanjutan pembahasan Perubahan APBD (P-APBD) Jatim 2023 masih janggal. Usai Rapat Banggar tanggal 8 September berakhir deadlock, dilanjut Senin (11/9/2023) rapat Banggar berlangsung. Tak sampai satu jam rapat selesai dan tepat waktu.

Rapat banggar yang digelar Senin (11/9/2023), seharusnya adalah melanjutkan rapat sebelumnya. Yakni mendengarkan jawaban Gubernur atas surat permohonan jawaban yang dikirim pimpinan atas usulan seluruh anggota Banggar. Terkait dengan munculnya perbedaan angka belanja Daerah P-APBD 2023 antara kesepakatan KUA PPAS dengan Nota Keuangan yang dibacakan Gubernur Khofifah Jumat (8/9/2023) lalu.

Gubernur memang memberikan jawaban atas surat yang dikirim DPRD Jatim. Diakui oleh Gubernur dalam surat nomor: 900/9079/203/2023, terjadi selisih belanja antara kesepakatan Rancangan Perubahan KUA PAS P-APBD 2023 sebesar Rp34.786.031.255.209,00 dengan Nota Keuangan Rancangan Perda Perubahan APBD 2023 sebesar Rp35.232.891.255.209,00 sehingga terdapat selisih sebesar Rp446.860.000.000,00.

Perubahan tersebut untuk belanja pada Pos Pembiayaan berupa penyertaan modal PT BPR Jatim sebesar Rp200.000.000.000, PT Askrida sebesar Rp46.860.000.000 dan pencairan Dana Cadangan untuk Pemilukada sebesar Rp200.000.000.000.

"Perubahan itu digeser ke Pos Belanja Daerah, Pergeseran ini disebabkan karena mengikuti ketentuan perundangan-undangan sebagai berikut,” tulis Gubernur Khofifah dalam suratnya.

Misalnya untuk penyertaan modal di dua BUMD, Gubernur mengaku sudah mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 78 disebutkan bahwa penyertaan modal dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan telah ditetapkan dalam Perda mengenai penyertaan modal daerah yang bersangkutan.

"Karena Perda dimaksud sampai dengan penyampaian Nota Keuangan Rancangan Perda Perubahan APBD 2023 belum ditetapkan maka penyertaan modal sebagaimana direncanakan dalam Rancangan Perubahan KUA-PPAS P-APBD 2023 tidak dapat dilakukan sehingga dilakukan pergeseran ke pos Belanja,” ujar Gubernur.

Perda yang dimaksud, kabarnya adalah Rencana Perda tentang penyertaan modal untuk BUMD PT Askrida yang sampai sekarang masih berupa draft. Menariknya lagi, draft raperda pernyertaan modal PT Askrida tercantum angka Rp31,4 miliar. Namun dalam pergeseran, terjadi keputusan sepihak dengan mencantumkan angka Rp46,86 miliar tanpa melalui Perda.

Jawaban yang dikirim Gubernur lewat Sekdaprov Adhy Karyono selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov Jatim justru menimbulkan masalah baru. DPRD Jawa Timur pun sampai melakukan interupsi di Sidang Paripurna DPRD Jatim dengan agenda pembacaan laporan Banggar.

Anggota Fraksi Partai Gerindra, Aufa Zhafiri mengatakan, jawaban dari surat Gubernur atas masukan TAPD tidak menjawab surat Banggar DPRD Jatim. Dikarenakan, bersifat apologi. Mengapa setelah ditemukan inkonsistensi baru berdalih.

"Dalih pergeseran anggaran oleh gubernur sebenarnya masih pada tahapan pembahasan KUA PPAS Perubahan bukan pada tahapan pengajuan Raperda PAPBD 2023,” terang Aufa.

Norma hukum perubahan KUA PPAS di luar kesepakatan berupa usulan gubernur atau DPRD itu norma APBD induk bukan norma PAPBD. Lebih baik dikonsultasikan ke mendagri sebagai pemilik tafsir tunggal PMDN 77 2020.

"Menurut pendapat saya pergeseran anggaran penyertaan modal dari semula di pembiayaan bergeser ke pos belanja tidak termasuk kriteria mendesak. Seharusnya, eksekutif tidak melegalformilkan dulu dalam bentuk perda penyertaan modal," katanya

Baca juga:
P-APBD Jatim 2024 Diprediksi Sesuai Time Line

"Di sana tidak mendesaknya, kalau mendesak pasti akan menyelesaikan payung hukum perda penyertaan modal dulu sebelum tahapan APBD/PAPBD berjalan, tapi ini justru dipaksakan, disiapkan anggaran padahal Perdanya belum ada,” sambung Aufa.

Hal ini semua menunjukkan ketidakcakapan TAPD yang dipimpin Sekda untuk belajar proses RAPBD dengan baik.

"Atau memang mereka nekat mau nerobos aturan, kalau itu kasihan Gubernur, dong,” tegasnya.

Aufa kembali mengingatkan, apa yang pernah disampaikan dalam seminar di DPRD Jatim bersama BPKP dan KPK beberapa waktu patut diperhatikan. Karena bukan tidak mungkin, sebuah kesalahan semacam ini rawan dipantau KPK.

"Setiap proses yang salah akan membuat pelaksanaan salah dan hasilnya bisa bermasalah,” ingatnya.

Karena rangkaian pembahasan sejak KUA PPAS itu akan di-breakdown sampai Rencaka Kerja dan Anggaran (RKA) di tiap OPD.

Baca juga:
Nota Keuangan dan KUA PPAS Berbeda, Pimpinan DPRD Surati Gubernur Jatim

Fraksi Gerindra, kata Aufa, menawarkan solusi. Jika yang benar adalah Nota Keuangan Gubernur maka perlu rapat bersama lagi TAPD dan Banggar untuk melakukan Amandemen KUA PPAS yang dituangkan dalam Berita Acara Kesepakatan antara Gubernur dengan DPRD tentang Penambahan/Perubahan Belanja Daerah.

Namun jika yg benar adalah kesepakatan KUA PPAS maka Gubernur harus melakukan Perubahan Nota Keuangan.

"Jika tetap dilanjut dengan menerobos aturan monggo, cuman kami Fraksi Gerindra bilang gak bahaya ta?” tegasnya.

Untuk diketahui, tragedi perbedaan angka pada Belanja Daerah P-APBD Jatim 2023 dimulai dari Rapat Banggar dan TAPD Pemprov Jatim di Sidoarjo pertengahan Agustus 2023, dibuktikan dengan hasil notulensi rapat bahwa Belanja Daerah sebesar Rp34,78 triliun.

Tahap berikutnya adalah Penandatanganan kesepakatan KUA PPAS tanggal 16 Agustus 2023 bahwa Belanja Daerah dialokasikan sebesar Rp35,129 triliun. Kemudian, terjadi perubahan lagi dalam Nota Keuangan Raperda P-APBD 2023 yang dibacakan Gubernur Khofifah di Sidang Paripurna, bahwa Belanja Daerah dialokasikan sebesar Rp35,232 triliun.

Ini artinya, telah terjadi dua kali perubahan angka Belanja Daerah sepihak oleh TAPD Pemprov Jatim tanpa sepengetahuan DPRD Jatim. Yakni perubahan angka saat penandatangan KUA PPAS dan Perubahan dalam dokumen Nota Keuangan Gubernur.