Pixel Codejatimnow.com

Mengulik Kesenian Tradisional Dongkrek di Kabupaten Madiun

Editor : Endang Pergiwati  
Kesenian Dongkrek. (cakdurasim.com for jatimnow.com)
Kesenian Dongkrek. (cakdurasim.com for jatimnow.com)

jatimnow.com - Di kabupaten Madiun ada bentuk kesenian yang unik. Namanya kesenian Dongkrek.

Dongkrek adalah kesenian asli dari Desa Mejayan, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun.

Diperkirakan, Kesenian Dongkrek lahir sekitar 1867 di Caruban, yang saat ini berganti nama menjadi Kecamatan Mejayan. Konon, kesenian ini lahir dari wabah penyakit yang menyerang masyarakat secara misterius atau yang biasa disebut pageblug.

Wabah itu meluas dan menelan banyak korban jiwa pada masa itu. Adalah Raden Lo Prawirodipoera yang menjabat sebagai Palang (pejabat yang membawahi lima desa) mendapatkan wangsit, untuk melakukan semedi atau meditasi di suatu gunung di selatan Caruban.

Dari hasil bisikan gaib, Mbah Palang sebutan Raden Lo Prawirodipoera, bisa mengusir pageblug setelah membuat sebuah kesenian, yang yang merupakan perpaduan seni tari, topeng, dan musik. Kesenian itu disebut Dongkrek.

Sudah banyak sumber yang menyebut tentang cerita dari Seni Dongkrek tersebut. Tokoh utama dalam cerita itu juga meninggalkan bukti nyata, yakni berupa rumah Palangan (tempat tinggal Raden Prawirodipoera) dan makamnya di wilayah Mejayan.

Ada pula sumber yang menyebutkan, bahwa nama Dongkrek diambil dari suara alat-alat musik yang digunakan, berupa bunyian “Dung” yang berasal dari beduk atau Kendang, sedangkan “Krek” yang berasal dari bebunyian berupa kayu berbentuk persegi. Pada salah satu sisinya terdapat tangkai kayu yang bergerigi sehingga saat digesek akan berbunyi “Krek”.

Dalam perkembangannya, digunakan pula alat musik lainnya berupa gong, kenong, kentongan, kendang, dan gong berry.

Dalam setiap pagelaran Dongkrek, ada 3 penari utama bertopeng, yang terdiri dari tiga jenis, yakni topeng Mbah Palang (orang tua), topeng Putri (Roro Ayu) dan topeng Genderuwo (Butho).

Baca juga:
26 Warga Penerima Manfaat di Kabupaten Madiun Terima Gerobak Usaha Gratis

Namun pengamat seni Kabupaten Madiun, Toto Widiarta mengatakan, ada pesan tersembunyi dari kesenian Dongkrek.

Menurut dia, kemunculan Dongkrek tidak lepas dari kondisi masyarakat Mejayan yang dijajah Belanda saat itu.

“Bisa jadi, Dongkrek merupakan kritik terhadap Pemerintah Belanda melalui kesenian,” ujar Toto beberapa waktu lalu.

Apalagi, pada periode 1831 hingga 1867 Van den Bosch yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda menerapkan sistem tenam paksa.

“Pagi sakit sore mati, sore sakit malam mati sepertinya kiasan tentang kondisi itu. Belum lagi (warga) yang ditembak mati,” ungkap Toto.

Baca juga:
4 Tugu Silat PSHT di Kabupaten Madiun Dibongkar

Maka, untuk bisa selamat dibuatlah kesenian Dongkrek. Alat musik yang dimainkan, seperti korek, bedug menjadi sandi yang disepakati agar warga mengamankan diri. Ketika dibunyikan, maka sebaai tanda adanya pasukan Belanda tengah melintasi suatu wilayah.

“Ada topeng berwarna merah, saya kira itu kiasan dari orang Belanda yang memiliki kulit merah,” ungkap budayawan yang sering memandu program budaya di televisi lokal ini.

Sayangnya, kesenian Dongkrek dihubungkan dengan masa Gerakan PKI pada tahun 1965. Mengutip dari laman warisanbudaya.kemendikbud, pada masa itu Dongkrek dianggap sebagai bagian dari dari Lembaga Kesenian Rakyat yang disebut sebagai underbow atau organisasi sayap PKI.

Dongkrek pun mengalami kevakuman hingga beberapa tahun. Hingga akhirnya pada 1975 – 1980, kesenian asli Mejayan ini menggeliat kembali. Namun kini, kesenian unik ini terancam punah karena semakin jarang dipentaskan.