Pixel Code jatimnow.com

Pakar Universitas Brawijaya Malang Dorong Penerapan Kurikulum Kebencanaan di Sekolah

Editor : Zaki Zubaidi   Reporter : Gerhana
Pakar Mitigasi Bencana Universitas Brawijaya (UB), Prof Sukir Maryanto. (Foto: Dok. pribado for jatimnow.com)
Pakar Mitigasi Bencana Universitas Brawijaya (UB), Prof Sukir Maryanto. (Foto: Dok. pribado for jatimnow.com)

jatimnow.com - Pakar Mitigasi Bencana Universitas Brawijaya (UB), Prof Sukir Maryanto mendorong pemerintah lebih komprehensif dalam upaya preventif untuk mitigasi bencana di Jawa Timur.

Dia mengatakan, observasi data menjadi hal utama yang harus dilakukan dalam upaya preventif atau mitigasi bencana. Setiap daerah di Jawa Timur memiliki potensi rawan bencana yang harus dihimpun pendataan secara mendalam.

"Contoh kalau di daerah Bojonegoro, Tuban, itu rawannya banjir, kemudian kalau dari daerah selatan, mulai dari Pacitan sampai Banyuwangi itu adalah rawan gempa dan Tsunami, daerah tengah itu rawan longsor, dan lainnya," kata Prof Sukir, Sabtu (2/12/2023).

Sedangkan, pemerintah belum masif memonitoring kebencanaan, seperti di kawasan gunung api. Menurutnya, hidup berdampingan dengan gunung berapi perlu adanya kesadaran dari dalam diri masyarakat maupun semua stakeholder terkait kebencanaan.

"Kesadaran kebencanaan secara berangsur harus diubah menjadi budaya sadar bencana pada segenap lapisan masyarakat dan lintas sektoral dan lintas," katanya.

School Watching atau Town Watching bisa menjadi upaya untuk mengubah kesadaran diri menjadi suatu budaya terhadap kebencanaan.

"School Watching kan lingkupnya di sekolah, kalau Town Watching kan lingkupnya di kota atau desa mereka sendiri. Karena masyarakat daerah sekitar bencana yang paham, yang tahu karakternya yang bisa mengevakuasi dirinya sendiri ketika ada bencana, mereka sendiri yang menghadapinya," katanya.

Baca juga:
Puting Beliung di Jember, Pohon Tumbang-Sejumlah Bangunan Ambruk

Dalam penerapannya, kurikulum pendidikan tentang kebencanaan bisa menjadi strategi untuk menumbuhkembangkan kesadaran di kalangan anak-anak. Hal ini bisa dilakukan dari tingkat pendidikan TK, SD, SMP hingga SMA sederajat.

"Jika belum bisa dinasionalisasi, bisa dimulai dari kurikulum lokal (muatan lokal dengan kerjasama daerah-daerah yang bersedia sebagai perintis)," katanya.

Dia mencontohkan salah satu daerah di Jawa Timur yakni Lumajang yang dekat dengan Gunung Semeru sudah mulai terbuka untuk memahami pentingnya pendidikan kebencanaan.

Baca juga:
Siaga Cuaca Ekstrem, Gabungan Relawan di Kediri Bersinergi dengan BPBD

Namun, Prof Sukir berharap, kesadaran tersebut diikuti oleh daerah-daerah lain di Jawa Timur. Atau, tidak hanya setelah bencana datang dan masyarakat sadar akan pentingnya pendidikan kebencanaan.

"Saya tidak bisa mengatakan, satu persatu, tetapi yang responsif yang sering di Semeru, berarti Semeru sudah bagus dalam artian ada perkembangan signifikan, karena disana sudah open, dalam artian Pak Bupati dengan akademisi, semua NGO," katanya.

Di Jawa Timur terdapat 8 gunung aktif. Diantaranya, Gunung Semeru, Gunung Raung, Gunung Arjuno, Gunung Lamongan, Gunung Ijen, Gunung Kelud, Gunung Bromo dan Gunung Welirang.