Pixel Codejatimnow.com

Mahfud MD Diminta Lakukan Pemakzulan Presiden saat Nongkrong di Warkop Surabaya

Editor : Zaki Zubaidi  Reporter : Haryo Agus
Mahfud MD saat bertemu dengan muda-mudi di salah satu warkop di Surabaya. (Foto: Haryo Agus/jatimnow.com)
Mahfud MD saat bertemu dengan muda-mudi di salah satu warkop di Surabaya. (Foto: Haryo Agus/jatimnow.com)

jatimnow.com - Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sudah tinggal menghitung hari. Gejolak menghadapi pemilu sudah semakin terasa. Salah satunya, muncul permintaan pemakzulan presiden kepada Menkopolhukam, Mahfud MD.

Namun, Mahfud MD menepis permintaan pemakzulan presiden itu. Karena menurutnya, pemakzulan presiden itu bukan wewenang dari Menko Polhukam. Melainkan wewenang dari DPR RI.

"Itu silahkan saja kalau ada yang melakukan itu, tetapi harus berdasarkan UUD. Nah ini semua tidak mudah. Itu harus disampaikan ke DPR," kata Mahfud MD di salah satu warkop di Surabaya, Rabu (10/1/2024).

Mahfud menuturkan, proses pengaduan pemakzulan presiden ke DPR itu akan memakan waktu yang cukup lama. Menurutnya, kalau pemakzulan presiden harus dilakukan sebelum pemilu, hal itu tidak mungkin bisa dilakukan.

Baca juga:
Puti Guntur Bawa Program Satu Keluarga Satu Sarjana untuk Pengentasan Kemiskinan

Pembahasan pemakzulan presiden di DPR, lanjut Mahfud, itu harus dilakukan oleh minimal sepertiga anggota DPR yang saat ini berjumlah 575 orang. Selanjutnya, dari sepertiga anggota, dua per tiga harus hadir dalam sidang. Kemudian dari dua pertiga yang hadir, dua pertiga harus setuju adanya pemakzulan.

"Kalau DPR setuju nanti dikirimkan ke MK. Apakah keputusan ini benar presiden ini sudah melanggar. Nanti MK sidang lagi lama. Padahal yang menggugat ini agar dimakzulkan sebelum pemilu. Sedangkan pemilu tinggal 30 hari. Di tinggat DPR saja belum tentu selesai. Belum lagi sidangnya," tuturnya.

Baca juga:
Tim GAMA Bangkalan Respons Spanduk Ujaran Kebencian pada Cawapres Gibran

Selain itu, Mahfud menjelaskan bahwa pemakzulan presiden tidak bisa serta merta dilakukan begitu saja. Harus memenuhi lima syarat sesuai dengan undang-undang.

"Presiden harus terlibat korupsi, terlibat penyuapan, melakukan penganiayaan berat atau kejahatan berat, melanggar ideologi negara, melanggar etika," tandasnya.