Pixel Code jatimnow.com

DBD Ancam Warga Kabupaten Kediri, 2 Anak Meninggal

Editor : Yanuar D  
Pelayanan di Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri. (Foto: Yanuar Dedy/jatimnow.com)
Pelayanan di Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri. (Foto: Yanuar Dedy/jatimnow.com)

jatimnow.com - Demam Berdarah Dengue (DBD) mengancam warga Kabupaten Kediri, pada awal 2024 ini. Hingga akhir Maret sudah ada ratusan orang terjangkit, dua di antaranya meninggal dunia akibat gigitan nyamuk aedes aegypti

Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Kediri, dr. Bambang Triyono Putro mengatakan, dua korban merupakan anak berusia empat dan enam tahun. Mereka meninggal dunia dalam perawatan di rumah sakit.

"Dua pasien meninggal dalam kondisi DSS dan dibawa ke rumah sakit saat fase kritis. Ada keterlambatan," ungkap dr. Bambang Triyono, pada Selasa (1/4/2024).

Masih kata dr. Bambang, terkadang orang tua kurang waspada. Saat anak mereka mengalami gejala panas tidak segera dibawa ke fasilitas kesehatan.

"Saat anak mengalami gejala panas 2-3 hari tidak segera dibawa ke fasilitas kesehatan, tetapi hanya diberi obat, lalu panasnya turun. Nah, panas pada hari ke-4 dan ke-5 itulah fase kritis,” terang dr. Bambang.

Baca juga:
DBD di Sampang Melonjak, Wakil Ketua DPRD Jatim Serukan Ini

Tidak hanya faktor cuaca hujan, tingginya kasus DB di Kabupaten Kediri ini juga dipengaruhi oleh tingkat aktifasi kader juru pemantau jentik (jumantik) dan masyarakat. Hal ini berbanding lurus dengan angka bebas jentik.

dr. Bambang mengakui angka bebas jentik di Kabupaten Kediri di bawah ideal. Hasil pemantauan petugas sampai akhir 2023 menunjukkan angka bebas jentik baru 80 persen.

"Diakui angka bebas jentik kita di bawah rata rata. Idealnya 95 persen. Kita masih 80 persen. Ini tugas kader dan peran pemdes," ungkap dia.

Baca juga:
Wabah DBD, RS Moh Zyn Sampang Dirikan Tenda Darurat gegara Overload Pasien

Untuk meningkatkan angka bebas jentik nyamuk ini, kata dr. Bambang, bisa dilakukan dengan berbagai program. Mulai dari gerakan satu rumah satu jumantik, program abatisasi (pemberian obat abate) juga program ikanisasi (pemberian ikan sebagai predator jentik nyamuk).

"Ada program ikanisasi. Tetapi itu diambil oleh desa. Lalu, gerakkan satu rumah satu jumantik. Termasuk ke sekolah-sekolah. Karena kalau dilihat dari usia penderita DB ini diantara 4-14 tahun. Sehingga kita dorong sekolah untuk berperan aktif," tandasnya.