Pixel Code jatimnow.com

Menang Gugatan di MA, Driver Online di Surabaya Cukur Gundul

Editor : Arif Ardianto   Reporter : Farizal Tito
Salah satu driver online dan penggugat saat dicukur gundul, Kamis (13/9/2018).
Salah satu driver online dan penggugat saat dicukur gundul, Kamis (13/9/2018).

jatimnow.com – Ratusan driver online di Surabaya merayakan dicabutnya Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) 108 tahun 2017 tentang penyelenggaraan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek.

Syukuran itu dilakukan dengan menggelar doa bersama dan sejumlah driver online dicukur gundul bersama-sama di sebuah warung pelataran Maspion square, Jalan Margorejo, Kamis (13/9/2108).

Gugatan peraturan yang mengatur transportasi online itu sebelumnya diajukan oleh tiga warga Surabaya ke Mahkamah Agung (MA) pada 1 Februari 2018, karena dirasa memberatkan para driver.

Tiga warga Surabaya itu adalah Daniel Lukas Rorong, Hery Wahyu Nugroho, dan Rahmatulah Riyadi. Mereka tergabung dalam Perhimpunan Driver Online Indonesia (PDOI) Jawa Timur.

Daniel Rorong, Humas PDOI Jatim yang juga salah satu penggugat mengatakan, awalnya dia pesimistis terkait gugatan peraturan tersebut. Sebab, itu kali pertama berurusan dengan MA.

"Tapi kemarin ada kabar begitu yang di tulis media online, ibaratnya kita disambar petir pada siang hari," kata Daniel di sela-sela syukuran.

Makanya, setelah memenangkan gugatan itu, ia melaksanakan nazarnya untuk melakukan potong gundul bersama-sama dan dipastikan tidak ada konvoi.

"Jadi kita potong gundul ini karena kita sudah bernazar kalau memang dikabulkan kita akan potong gundul tanpa ada konvoi. Setelah itu dilanjutkan dengan sujud syukur bersama," tuturnya.

Baca juga:  Aturan Transportasi Online Dicabut, Driver di Surabaya akan Syukuran

Meski begitu, perjuangan driver online ini masih panjang. Sebab, driver online yang menggunakan sepeda motor masih belum memiliki payung hukum.

"Selain itu, kelanjutan revisi peraturan ini apakah akan berpihak kepada kita sebagai driver online juga masih belum jelas," katanya.

Sementar itu, Kuasa Hukum PDOI Jatim, M Soleh mengatakan yang dikabulkan itu bukan pencabutan Permenhub 108/2017, tapi hanya ada 23 pasal yang dianggapnya sangat krusial dan itu dibatalkan oleh MA.

Baca juga:
Mengulik Rencana Pembangunan LRT, Koneksi Lamongan Surabaya hingga Mojokerto

"Sebenarnya kita mengajukan 20, tapi yang sudah dibatalkan itu ada 23 pasal, karena MA sudah membatalkan 3 pasal yang dibatalkan," terang Soleh.

Soleh mencontohkan, 6 diantara 23 pasal yang ditolak MA diantaranya soal pemasangan stiker terkait kepemilikan kendaraan wajib memiliki minimal 5 mobil, STNK kendaraan sesuai dengan KTP pemilik, kewajiban driver online wajib memiliki garasi, harus kerjasama dengan bengkel, dan harus berbadan hukum.

"Semua pasal itu sangat memberatkan bagi driver, jadi Permenhub 108/2017 harusnya kan mempermudah driver. Masak pemerintah tidak kasihan ada masyarakat yang ingin berdikari untuk dirinya dan keluarganya dan tanpa menerima bantuan dari negara malah di bebani dengan hal itu," papar Soleh.

Sholeh pun merinci beberapa pasal yang dibatalkan MA dan dinilai paling krusial. Pertama, kewajiban memasang striker. Menurut Sholeh, aturan ini bukan harus dihilangkan. “Identitas perlu ada, tapi belum bisa diterapkan sekarang karena masih rawan terjadi gesekan dengan pelaku transportasi konvensional,” ujarnya.

Kedua, aturan kepemilikan driver online minimal lima kendaraan. Menurut Sholeh, ini sangat menyulitkan driver, karena bisa saja driver itu memakai mobil orangtuanya atau mobil sewaan.

Ketiga, kepemilikan kendaraan dengan STNK sesuai identitas di KTP. Menurut Sholeh, pasal ini sama seperti pasal sebelumnya, aturan ini memberatkan driver yang mungkin tidak memiliki kendaraan sendiri.

Baca juga:
Warga Tuban Antusias Naik Si Mas Ganteng, Penumpang Overload!

Keempat, kewajiban driver online memiliki garasi (pool) yang menampung minimal 5 mobil. Menurut Sholeh, pasal ini akan merugikan driver online secara perorangan yang tidak memiliki mobil sejumlah itu.

Kelima, kerja sama dengan bengkel. Menurut Sholeh, pasal ini juga tidak perlu diatur supaya tidak menyulitkan driver.

Keenam, pasal yang menyebutkan pengusaha transportasi online harus berbadan hukum. Menurut Sholeh, untuk membuat PT, biaya yang dibutuhkan minimal Rp 5 juta, sehingga ini sangat merugikan driver online.