jatimnow.com - Masyarakat harus kembali waspada terhadap pertumbuhan kasus Tuberkulosis (TBC). Data Global TB Report 2023 menyebut Indonesia menempati peringkat kedua di dunia setelah India dengan estimasi kasus TBC baru sebanyak 1.060.000 kasus dan kematian mencapai 134.000 per tahun.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Untuk menurunkan angka ini, strategi yang dapat dilakukan adalah dengan menemukan seluruh kasus TBC dan mengobati sampai sembuh, sehingga penularan TBC dapat dihentikan.
TBC adalah penyakit menular yang menyerang saluran pernapasan dan dapat menyebar dengan mudah dari satu orang ke orang lainnya melalui udara. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (Mtb) yang bisa berpindah lewat percikan air liur ketika penderita TBC berbicara, batuk, atau bersin.
TBC umumnya menyerang paru-paru, namun juga dapat mengenai organ lain seperti selaput otak, mata, kulit, tulang, dan kelenjar getah bening. Penyakit ini tidak mengenal usia dan jenis kelamin, meskipun lebih sering ditemukan pada kelompok usia produktif dan anak-anak.
Penanganan TBC bukanlah hal yang mudah karena terkait dengan berbagai hal termasuk soal mitos. Mitos TBC merupakan penyakit genetik atau keturunan, bahkan akibat kutukan atau guna-guna, seringkali menyebabkan penanganan TBC terlambat sehingga dapat menular dan menyebar secara cepat.
Terkait dengan gejala, penderita TBC cenderung memiliki bentuk tubuh yang sangat kurus karena gejala penyerta TBC adalah turunnya nafsu makan. Namun dalam beberapa kasus, penderita juga dapat memiliki tubuh yang segar dan normal. Oleh karenanya, penting bagi masyarakat untuk mengetahui gejala utama TBC, agar penularan dan penyebarannya bisa dicegah.
Infografis gejala TBC.
Adapun gejala TBC adalah sebagai berikut:
1. Batuk Terus Menerus
Gejala utama TBC adalah batuk yang berlangsung terus menerus, kadang disertai dahak atau darah. Hal ini terjadi karena infeksi saluran pernapasan.
2. Nafsu Makan Menurun
Batuk TBC yang terus-menerus bahkan bisa menyulitkan pasien untuk menelan makanan.
3. Penurunan Berat Badan
Akibat dari asupan nutrisi pada pasien TBC yang tidak tercukupi dengan baik, maka pasien bisa kehilangan berat badan secara cepat dalam waktu singkat.
4. Demam
Demam terjadi lebih dari dua minggu menandakan bahwa sistem imun sedang bereaksi melawan infeksi bakteri. Ini sebabnya orang dengan TBC sering merasakan demam dalam tahap awal infeksi aktif.
Baca juga:
Kasus TBC di Sidoarjo Terus Meningkat, Ini Penjelasan Plt. Kepala Dinkes
5. Berkeringat Dingin di Malam Hari
Salah satu gejala penyerta yang khas dari TBC adalah keringat berlebih di malam hari walaupun tidak melakukan kegiatan atau aktivitas. Ciri TBC biasanya juga diikuti dengan kondisi tubuh yang lemas dan mengalami nyeri di bagian otot dan sendi.
6. Mudah Lelah
TBC terjadi ketika daya tahan tubuh seseorang menurun. Sehingga badan akan terasa cepat lemas terus menerus.
7. Nyeri Pernafasan dan Batuk
Perkembangan infeksi bakteri di paru menyebabkan terjadinya peradangan yang meningkatkan produksi lendir di paru. Penumpukan sel-sel mati di paru yang diakibatkan serangan bakteri TBC semakin menghambat keluar masuknya udara ke paru.
Sebagai penyakit saluran pernafasan, TBC dapat menular dan menyebar dengan cepat. Penularan TBC terjadi melalui udara ketika penderita aktif melepaskan bakteri ke lingkungan sekitar saat batuk atau bersin. Udara yang mengandung bakteri tersebut bisa terhirup oleh orang lain, menyebabkan infeksi.
Ada dua kondisi yang mungkin terjadi setelah seseorang terpapar bakteri penyebab TBC, yaitu TBC laten dan TBC aktif. TBC laten terjadi ketika bakteri berada dalam tubuh namun tidak aktif berkat sistem kekebalan yang kuat. Namun, bakteri ini bisa menjadi aktif kembali saat kekebalan tubuh menurun. Pada TBC aktif, bakteri menjadi aktif dan menimbulkan gejala-gejala TBC, sehingga penderita bisa menularkan penyakit ini ke orang lain.
Baca juga:
Ambisi RSUD dr Harjono Ponorogo di Perayaan HUT ke-106
Ilustrasi TBC.
Terkait dengan deteksi dini, untuk mendeteksi TBC melibatkan berbagai metode, termasuk Tes Cepat Molekuler (TCM) yang mampu mengidentifikasi infeksi TBC serta resistensi bakteri terhadap obat. Pemeriksaan penunjang lainnya meliputi rontgen dada, tes dahak, dan tes Mantoux. Jika terdiagnosis, pengobatan TBC harus dilakukan dengan patuh dan konsisten. Pengobatan ini minimal berlangsung selama enam bulan dan bisa mencapai 24 bulan tergantung tingkat keparahan dan respons pasien terhadap terapi.
Meskipun TBC penyakit yang menular, namun TBC dapat dicegah. Untuk mencegah penularan TBC, diperlukan upaya seperti menggunakan masker, menjaga kebersihan diri, memastikan sirkulasi udara yang baik, dan menjalani vaksinasi BCG. Selain itu, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti mencuci tangan, menjaga kebersihan lingkungan, dan mengonsumsi makanan bergizi sangat penting.
Dukungan dari lingkungan sekitar, termasuk peran Pengawas Menelan Obat (PMO), sangat krusial dalam memastikan keberhasilan pengobatan TBC.
Pemerintah Indonesia menargetkan eliminasi TBC pada tahun 2030 dan Indonesia bebas TBC pada tahun 2050 dengan strategi komprehensif yang melibatkan berbagai sektor masyarakat. Salah satunya melalui gerakan atau kampanye Temukan Tuberkulosis, Obati Sampai Sembuh (TOSS) TBC di Indonesia yang menargetkan 90 persen penurunan insiden TBC dan 95 persen penurunan kematian TBC pada tahun 2030.
Kini, sekitar 15 orang meninggal dunia setiap jamnya akibat TBC. Hal ini menunjukkan betapa mematikannya penyakit ini jika tidak segera ditangani.
Oleh karenanya, jika masyarakat menemui gejala TBC seperti batuk, demam, berkeringat di malam hari tanpa aktivitas dan berat badan turun, segera obati. Untuk biaya tidak perlu khawatir karena pemerintah memberikan obat TBC secara gratis.
Mari kita waspada TBC, segera periksa ke puskesmas atau rumah sakit terdekat. Untuk mengetahui informasi terkait TBC masyarakat dapat mengakses website tbindonesia.or.id.
URL : https://jatimnow.com/baca-69611-waspada-tbc-kenali-cegah-dan-obati-sampai-sembuh