Pixel Code jatimnow.com

Dampak Lingkungan Proyek Surabaya Waterfront Land, Sudah Dihitung?

Editor : Endang Pergiwati   Reporter : Ni'am Kurniawan
Ketua Umum Khatulistiwa Maulana Hidayat saat mempertanyakan uji lingkungan pembangunan SWL (foto: Ni'am Kurniawan/jatimnow.com)
Ketua Umum Khatulistiwa Maulana Hidayat saat mempertanyakan uji lingkungan pembangunan SWL (foto: Ni'am Kurniawan/jatimnow.com)

jatimnow.com - PT Granting Jaya selaku pengelola proyek Surabaya Waterfront Land (SWL) melakukan sosialisasi sekaligus memaparkan kajian dampak lingkungan yang disebabkan dari proses pembangunan.

Menghadirkan aktivis lingkungan seperti Khatulistiwa dan perwakilan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HSNI) Surabaya, paparan kajian mega proyek senilai Rp72 triliun ini diuji bersama di Kenjeran Park (Kenpark).

Mayoritas aktivis lingkungan menanggapi kritis rancangan proyek dan dampak lingkungan. Mereka beranggapan eksploitasi laut Surabaya hingga 1.084 hektar itu akan menyebabkan kerusakan besar ekosistem lingkungan. Tak hanya perairan, bahkan hingga daratan.

Mimpi mengubah wajah Surabaya layaknya waterfrond seperti Singapura ditanggapi secara positif. Namun, cara untuk meminimalisir kerusakan lingkungan dalam proses pengerjaan dipastikan omong kosong.

"Jadi kalau PT Granting punya rencana pembangunan seperti itu kita fine aja. Tapi pertanyaan saya, apakah bapak sudah menganalisa bangunan-bangunan itu, hasil karbon yang sampean (anda) ciptakan ini apa sudah dihitung?" ucap Ketua Umum Khatulistiwa Maulana Hidayat, salah satu ormas yang fokus pada kelestarian lingkungan di Surabaya, Kamis (25/7/2024).

Lalak, sapaan akrab Maulana Hidayat menambahkan, SWL sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) ini ia nilai hanya matang dalam lobi-lobi politik di tingkat pusat. Namun, tak mampu bersinergi dengan pemerintah kota, ataupun stakeholder lokal Surabaya.

Pakar Tehnik Kelautan ITS Suntoyo sebagai salah satu akademisi yang melakukan kajian lingkungan laut (foto: Ni'am Kurniawan/jatimnow.com)Pakar Tehnik Kelautan ITS Suntoyo sebagai salah satu akademisi yang melakukan kajian lingkungan laut (foto: Ni'am Kurniawan/jatimnow.com)

Baca juga:
Mampukah Aspirasi Warga Batalkan Proyek Surabaya Waterfront Land?

"Ini upaya yang baik karena dikumpulin kita, (tapi) bukan berarti itu akan goal (disetujui) karena yang menjadi patokan PT Granting adalah peratuan menteri," imbuh Lalak.

"(Sedangkan) pemerintah itu kan banyak, ada pemerintah daerah, provinsi, dan kita punya undang-undang otonom (otonomi daerah) jadi kita tenang saja," sambungnya.

Dalam uji lingkungan tersebut, PT Granting Jaya menghadirkan 4 pakar dari Institut Teknolologi Sepuluh November (ITS) Surabaya dan Universitas Brawijaya sebagai legitimasi penguat kelayakan proyek SWL.

Sementara salah satu anggota HSNI mengatakan, mayoritas nelayan takut dengan dampak lingkungan seperti banjir yang kian meninggi hingga tak memiliki lahan tangkap ikan.

Baca juga:
Demo Tolak Proyek Surabaya Waterfront Land Mengiringi Pelantikan DPRD

"Harapan kami, jika sampai ini terjadi warga nelayan yang terdampak jadikan sebagai pemain. Bukan penonton," katanya.

Terpisah, salah satu pakar Tehnik Kelautan ITS Suntoyo mengatakan ketakugan-ketakutan yang sempat di umpat oleh para nelayan sangat tidak beralasan. Apalagi, PT Granting Jaya selaku pengembang telah memikirkan upaya menambah kesejahteraan nelayan mulai dari Surabaya Utara hingga Selatan.

"Saat di reklamasi pasti akan ada situasi baru. Dalam simuasi bisa menyebabkan penurunan masa air 4 Cm sampai dengan 10cm jadi kalau ada ketakutan dari sisi banjir tidak mendasar," ucap Suntoyo.