jatimnow.com - Pemilihan Bupati (Pilbup) Ponorogo lekat dengan beberapa mitos, yang masih dipercaya oleh sebagian warga Ponorogo.
Mitos ini muncul sejak Pilbup secara langsung pada 2005 lalu. Hingga kini, belum ada bukti ilmiah, namun 2 mitos ini kembali menjadi bayang-bayang yang mewarnai pesta demokrasi lima tahunan.
Pertama, mitos 2 periode, yang menyebutkan tidak ada satu pun bupati yang bisa menjabat sebagai bupati dua kali berturut-turut.
Mitos itu seakan benar, karena memang hingga kini belum ada bupati yang menjabat dua periode. Terbukti, sejak era Muhadi Suyono (2005-2010), kemudian Amin (2010-2015), hingga Ipong Muchlissoni (2015-2020), nihil petahana menang dalam Pilkada di periode kedua.
Bahkan 2020 lalu, Petahana Bupati Ponorogo saat itu, Ipong Muchlissoni didukung 36 kursi di DPRD Ponorogo. Namun banyaknya dukungan terpatahkan pada hasilnya.
Sementara beberapa waktu lalu, Petahana Sugiri Sancoko saat mengambil undian nomor urut paslon mendapatkan nomor urut 2.
Sugiri dengan lantang menyebutkan bahwa mendapatkan nomor urut 2 seakan pertanda, bahwa dirinya akan menjebol mitos 2 periode ini.
“Mitos yang muncul fakta yang dititeni (diamati) berulang-ulang, kemudian tersebar di lingkungan-lingkungan. Sejauh ini mitos 2 periode ini terjadi dan tidak bisa dipungkiri,” ungkap pengamat sosial dan politik, Murdianto.
Mitos kedua, yaitu mitos etan kali dan kulon kali. Mitos ini lahir dari wilayah Kabupaten Ponorogo yang terbelah 2 oleh Sungai Sekayu. Sungai atau kali ini membuat wilayah terbagi menjadi etan kali (sebelah timur kali) dan kulon kali (sebelah barat kali).
Sementara mitos etan kali dan kulon kali ini menyebutkan bahwa bupati Ponorogo akan bergantian dijabat oleh orang yang berasal dari etan kali dan kulon kali.
Murdianto mengartikan mitos tersebut, kursi bupati dijabat bergantian antara jago dari timur dan barat Sungai Sekayu.
Menurutnya, tak sekadar ilmu titen, keberadaan Sungai Sekayu menjadi batas kasat mata yang membelah Ponorogo menjadi barat dan timur itu dihormati masyarakat.
“Setiap tahun ada perayaannya pada bulan Suro. Bahwa ada perpindahan pusat kota atau pemindahan pusat kekuasaan dari Setono (Kota Lama) ke lokasi saat ini,” sambungnya.
Baca juga:
Pendaftaran PTPS Ponorogo Diperpanjang, Belum Penuhi Keterwakilan Perempuan
Hal itu juga tidak lepas hasil diskusi warga etan dan kulon kali. Historinya, dulu Ponorogo dibagi dalam beberapa wilayah. Dan faktualnya, mitos tersebut terwujud sejak Pemilu 2005 lalu.
Muhadi Suyono (2005-2010) berasal dari Kelurahan Mangkujayan, Ponorogo (etan kali). Disusul Amin (2010-2015) dari Kecamatan Kauman, Ponorogo (kulon kali).
Berganti Ipong Muchlissoni (2016-2021) dari Patihan Wetan (etan kali). Digantikan era Sugiri Sancoko (2021-sekarang) berasal dari Kecamatan Sampung, Ponorogo (kulon kali).
“Wajar jika mitos etan dan kulon kali itu muncul, karena faktanya sekarang seperti itu,” beber dosen Insuri Ponorogo ini.
Pertanyaannya, apakah mitos kembali terbukti atau justru terpecahkan dan hanya menjadi mitos dalam Pilkada 2024 ini?
Murdianto menyebut, garis sejarah tak bisa diubah. Kendati tak ingin mendahului takdir, menurutnya pemilih punya pemikiran kritis dan dinamis.
“Kalaupun (mitos) terjadi atau tidak, berarti Ponorogo itu dinamis dalam berdiskusi dan bermusyawarah, bukan masalah mistisnya,” pungkasnya.
Baca juga:
1.077 Pelamar KPPS Ponorogo Tidak Memenuhi Syarat Gegara Hal Ini
DAFTAR BUPATI HASIL PEMILU
Periode 2005-2010 Muhadi Suyono-Amin (etan kali)
Periode 2010-2015 Amin-Yuni Widyaningsih (kulon kali)
Periode 2016-2021 Ipong Muchlissoni-Soedjarno (etan kali)
Periode 2021-2024 Sugiri Sancoko- Lisdyarita (kulon kali)
Pilkada 2024-2029 ?