jatimnow.com - Polres Jember menangkap HS (55) warga Jalan Gajah Mada, Kelurahan Jember Kidul, Kecamatan Kaliwates terkait ujaran kebencian. Tersangka diketahui memiliki 17 akun media sosial (Medsos) yang digunakan untuk menyebarkan berita hoax berbau sara.
"Satu tersangka yang diduga melakukan kejahatan pelanggaran ITE. Dimana dia membuat postingan berita (info hoax) yang menyangkut SARA," kata Kapolres Jember AKBP Bayu Pratama Gubunagi, Senin (30/9/2024).
Kapolres menyebut, ada 17 akun yang dikendalikan oleh tersangka dengan ponsel pintar miliknya. Dimana melalui belasan akun itu, terdapat postingan-postingan ujaran kebencian, fitnah, pencemaran nama baik dan lainnya yang berbau SARA.
“Apabila tidak ditindaklanjuti secara serius, maka akan mengganggu keamanan dan ketertiban serta menimbulkan keresahan di masyarakat,” tambahnya.
Sebelumnya, Polres Jember telah berkoordinasi dengan ahli untuk menganalisa terkait unggahan tersangka. Di antaranya yang diunggah melalui akun bernama melli itonanggi, udonudin, santo san, santo santi dan joko selawase.
Baca juga:
Pilwali Kota Batu Rawan Politik Uang, Ujaran Kebencian dan SARA
“Ternyata benar, mengandung unsur kejahatan yang telah diatur. Barang bukti yang diamankan, yakni berupa handphone, flashdisk, laboratorium forensik," sebutnya.
Dalam ujaran kebencian itu, juga ada postingan tentang organisasi besar Islam, Palestina, tokoh nasional, menteri serta lainnya. Motifnya murni karena ekonomi. Sebab, tersangka mendapatkan keuntungan dari aksinya itu.
"Dari postingan itu tersangka mendapat keuntungan, untuk nominal besarnya masih kami dalami, termasuk peran tersangka sendiri, kelompok atau ada kepentingan tertentu. Jadi sementara admin tunggal," ujar Bayu.
Baca juga:
Tim GAMA Bangkalan Respons Spanduk Ujaran Kebencian pada Cawapres Gibran
Tersangka menjalankan aksinya selama tahun 2024 ini, dengan menggunakan media sosial Facebook, Instagram, Twitter.
Kapolres menegaskan, tersangka terancam dijerat Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor Tahun 2024 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 tahun.