jatimnow.com – Satria Arta Kumbara, mantan prajurit Korps Marinir TNI AL yang menjadi tentara bayaran di Ukraina bersama militer Rusia, meminta pemerintah Indonesia memulangkannya.
Permohonan tersebut disampaikan langsung melalui video di akun TikTok @zstrom689, ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan Menteri Luar Negeri Sugiono.
Dalam video tersebut, Satria mengaku bergabung dengan militer Rusia setelah menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia tanpa memahami sepenuhnya risikonya.
Mantan Marinir itupun memohon maaf atas tindakannya yang berujung pencabutan kewarganegaraannya.
"Saya hanya ingin mencari nafkah. Mohon kebesaran hati Bapak Presiden untuk membantu menghentikan kontrak saya dan mengembalikan hak saya sebagai warga negara Indonesia,” ujarnya, dalam unggahan yang dilihat jatimnow.com, Selasa (22/7/2025).
Menanggapi hal ini, Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa kewarganegaraan Satria telah gugur secara otomatis.
Baca juga:
SPTP Catat Arus Peti Kemas Tumbuh 1,08 Persen
“Undang-undang kita secara tegas melarang warga negara bergabung dalam angkatan bersenjata asing tanpa persetujuan Presiden. Ini pelanggaran serius,” tegas Supratman.
Ia menambahkan bahwa Kemenkumham telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk menangani kasus ini.
Kasus Satria Arta Kumbara ini menyoroti kerentanan warga negara Indonesia terhadap iming-iming pekerjaan di luar negeri tanpa memahami konsekuensi hukumnya.
Baca juga:
Ahli Fengsui Ramalkan Jokowi Punya Ambisi Besar, Tiga Periode?
Pemerintah perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya bergabung dengan militer asing tanpa izin, serta mekanisme hukum yang berlaku bagi warga negara yang melanggar aturan tersebut.
Langkah-langkah proaktif diperlukan untuk mencegah kejadian serupa di masa depan dan memastikan perlindungan bagi WNI di luar negeri.
Meskipun permohonan Satria perlu dikaji secara hukum, kasus ini membuka diskusi penting tentang perlindungan dan pemulangan WNI yang terlibat dalam situasi sulit di luar negeri, terutama bagi mereka yang terjerat dalam konflik bersenjata.