jatimnow.com - Universitas Islam Negeri (UIN) Sayyid Ali Rahmatullah (SATU) Tulungagung membuat gebrakan dalam Pengenalan Budaya Akademik Kemahasiswaan (PBAK) 2025.
Bersama Ecoton dan Aliansi Lereng Wilis (ALWI) Tulungagung, UIN SATU menghadirkan instalasi seni raksasa berbentuk kran plastik yang menyuarakan pesan mendesak: hentikan produksi plastik sekali pakai dan selamatkan bumi dari polusi!
Ribuan mahasiswa baru UIN SATU Tulungagung disambut dengan instalasi kran plastik yang menggugah kesadaran. Instalasi ini menggambarkan bagaimana sampah plastik, jika terus diproduksi dan dikonsumsi secara tak terkendali, akan menjadi aliran polusi yang tak terbendung.
Aliran tersebut mencemari sungai, meracuni rantai makanan, dan berakhir sebagai mikroplastik yang mengancam kesehatan manusia.
UIN SATU Tulungagung juga mencatatkan prestasi gemilang di Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) dengan pembuatan 3.648 tong sampah berbahan bambu oleh mahasiswa baru.
Rektor UIN SATU Tulungagung, Prof. Abd. Aziz, menegaskan bahwa rekor ini bukan sekadar simbol, melainkan bagian integral dari ReliGreen, gerakan kampus hijau yang selaras dengan program Kementerian Agama, yaitu Ekoteologi.
"Prestasi ini adalah bukti nyata komitmen kampus untuk menjadikan ekoteologi sebagai aksi nyata, bukan sekadar wacana," ujarnya.
Manajer Divisi Edukasi Ecoton, Alaika Rahmatullah, mengungkapkan keprihatinannya terhadap polusi plastik yang semakin mengkhawatirkan.
Baca juga:
SE Lemah, DPRD Malang Godok Perda Plastik
Sungai-sungai di Tulungagung, termasuk Sungai Brantas yang menjadi sumber air utama masyarakat, kini terpapar plastik dan mikroplastik dalam kadar yang mengkhawatirkan.
"Polusi plastik adalah masalah keadilan ekologis yang serius. Dampaknya tidak hanya merusak sungai, tetapi juga mengancam kualitas ikan yang dikonsumsi warga dan kesehatan masyarakat secara keseluruhan. Inilah pesan penting yang ingin kami sampaikan kepada mahasiswa sejak dini," tegas Alaika.
Data dari Ecoton dan Aliansi Lereng Wilis (ALWI) menunjukkan bahwa pengelolaan sampah di Tulungagung masih menghadapi tantangan besar.
Sebagian besar sampah plastik berakhir di aliran sungai dan tempat pembuangan terbuka, memperburuk kualitas lingkungan hidup, memicu banjir, dan menambah beban kesehatan masyarakat.
Baca juga:
Gawat! Bayi Malang Terancam Mikroplastik di Feses 14 Kali Lipat
Koordinator ALWI Tulungagung, Harun, menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, akademisi, masyarakat, dan produsen dalam mengatasi krisis plastik.
"Solusi atas krisis plastik tidak bisa hanya mengandalkan individu. Dibutuhkan kolaborasi yang kuat dari semua pihak, termasuk dorongan untuk menerapkan Extended Producer Responsibility (EPR) agar produsen bertanggung jawab penuh atas dampak plastik yang mereka hasilkan," jelasnya.
Melalui PBAK 2025, UIN SATU Tulungagung, Ecoton, dan ALWI Tulungagung mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama melawan polusi plastik dan mewujudkan lingkungan hidup yang sehat dan lestari.