Pixel Code jatimnow.com

Untuk Wakil Rakyat, Cukup Sudah Pilih Kucing dalam Karung, Cek Rekam Jejak!

Editor : Tim Jatimnow   Reporter : Ali Masduki
Anggota DPR sebaiknya memiliki latar belakang pendidikan minimal S2, bahkan S3. (Foto/Wikipedia)
Anggota DPR sebaiknya memiliki latar belakang pendidikan minimal S2, bahkan S3. (Foto/Wikipedia)

jatimnow.com - Perdebatan publik mengenai tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum selesai. Namun, sorotan kini beralih ke tuntutan yang muncul dalam aksi demo akhir Agustus lalu: calon anggota DPR sebaiknya memiliki latar belakang pendidikan minimal S2, bahkan S3.

Wacana tersebut menggelora di media sosial, memicu kritikan tajam terhadap kebijakan DPR yang dianggap kontroversial, tidak prorakyat, bahkan merugikan masyarakat.

Banyak netizen berpendapat bahwa pendidikan tinggi dapat menghasilkan pemimpin yang lebih bijak dan mampu membuat keputusan berdasarkan analisis mendalam.

Pendidikan lanjutan dianggap penting untuk melatih pola pikir kritis, kepemimpinan, serta kemampuan riset, semua elemen yang sangat dibutuhkan dalam tata kelola negara.

“Menjadi anggota DPR bukan sekadar duduk di kursi parlemen. Keputusan mereka menyangkut hidup jutaan rakyat. Pendidikan tinggi dapat menjadi bekal untuk memahami kompleksitas bangsa,” tulis akun @JokoSantoso89.

Ada pula yang menilai masalah utama terletak pada peran media yang terlalu sering menonjolkan figur berdasarkan penampilan atau popularitas, tanpa menyoroti rekam jejak seperti pendidikan anggota DPR, kualitas, dan integritas mereka. 

“Masyarakat bisa saja menyukai seseorang tanpa mengetahui kiprahnya secara nyata. Itu yang berbahaya,” ujar akun @AndiPrasetya_.

Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menilai fenomena banyaknya artis yang menjadi anggota DPR perlu mendapat perhatian serius di tengah wacana revisi UU Pemilu.

Menurutnya, kualitas anggota dewan harus menjadi prioritas agar parlemen benarbenar dapat memperjuangkan aspirasi rakyat, bukan sekadar hiburan politik.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menegaskan bahwa revisi UU Pemilu merupakan langkah penting untuk mengevaluasi kualitas DPR secara menyeluruh.

Baca juga:
KPU Tunggu Kejelasan Pemerintah dan DPR Terkait Revisi UU Pemilu Pasca Putusan MK

“Langkah ini tidak hanya menyasar artis, melainkan kualitas anggota dewan secara keseluruhan. Persentase dewan yang berlatar belakang artis masih kecil; mayoritasnya adalah nonartis,” jelas Adi kepada wartawan pada Sabtu (06/9/2025).

Baihaki Sirajt, Direktur Lembaga Survei Accurate Research and Consulting Indonesia (ARCI), menambahkan bahwa wacana minimal pendidikan bagi wakil rakyat merupakan “oase” sekaligus jawaban atas transformasi demokrasi yang semakin sehat dan berkualitas.

“Latar belakang pendidikan bukan sekadar harapan, melainkan kebutuhan penting agar negara kita memiliki tokoh publik yang kredibel dalam proses demokrasi. Jika yang ditawarkan hanya popularitas, foto cantik, atau gambar hasil edit AI, bagaimana publik dapat menuntut kinerja mereka?” ujarnya.

Baihaki menegaskan bahwa gelombang demonstrasi yang sempat menjadikan Indonesia sorotan dunia menjadi momentum bagi demokrasi untuk melahirkan tokoh politik yang memiliki rekam jejak nyata.

“Demo besarbesar itu adalah momen bagi masyarakat untuk menilai calon wakil rakyat melalui rekam jejak, bukan melalui branding atau foto editan yang menutupi fakta sebenarnya,” katanya.

Baca juga:
Kantor DPD RI Jatim Resmi Dibuka, Gubernur Khofifah Dorong Sinergi Daerah-Pusat

Sebagai perbandingan, Singapura sering disebut sebagai contoh sukses. Mayoritas menteri dan anggota parlemen di sana merupakan lulusan S2 atau S3 dari universitas terkemuka dunia seperti Harvard, MIT, dan Oxford.

Hasilnya, Singapura mampu menghasilkan kebijakan ekonomi visioner, stabilitas politik yang kuat, dan tingkat kepercayaan publik yang tinggi.

Di Indonesia, standar pendidikan minimal bagi wakil rakyat masih setara SMA. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika hanya sedikit legislator yang memiliki latar belakang pendidikan tinggi, apalagi gelar doktor.

Beberapa contoh yang telah meraih gelar S3 antara lain Eddy Soeparno, Rieke Diah Pitaloka, Bagus Santoso, Achmad Dimyati Natakusumah, Maya Rumantir, Dedi Iskandar Batubara, Lia Istifhama atau Ning Lia, Novita Wijayanti, Arzeti Bilbina, Abdul Kholik, Elviana, Indra Permana, Jahidin, Puguh Wiji Pamungkas, dan lainlain.

Akhirnya, sorotan publik terhadap wakilwakil rakyat menegaskan bahwa masyarakat kini menginginkan perwakilan yang bukan sekadar populer di media sosial, melainkan benarbenar kompeten, berintegritas, dan berpihak pada kepentingan bangsa melalui kesungguhan menjalankan amanah rakyat.