Oleh: Ulul Albab
Ketua ICMI Jawa Timur
jatimnow.com - Hari Jumat adalah hari istimewa. Sering menjadi momentum bagi umat Islam untuk merenung, memperbaiki diri, dan menebar pesan kebaikan. Maka pada Jumat kali ini, izinkan saya mengajak kita semua untuk merenungkan penyakit lama yang terus saja membelit negeri ini, yaitu: korupsi.
Sejarah bangsa kita mencatat bahwa korupsi bukanlah fenomena baru. Sejak awal Orde Lama hingga Orde Baru, praktik memperkaya diri dengan mengorbankan kepentingan rakyat telah berlangsung.
Pada masa reformasi, kita menaruh harapan besar agar korupsi bisa diberantas melalui lahirnya Lembaga anti korupsi seperti KPK. Namun, dua dekade setelah reformasi, kita justru menyaksikan betapa korupsi kian sistemik, menyentuh semua lini, dari pusat hingga daerah, dari pejabat tinggi hingga aparat paling bawah.
Kasus demi kasus korupsi yang terungkap, baik dalam bentuk suap, mark-up anggaran, jual beli jabatan, hingga korupsi berjamaah, membuat masyarakat nyaris kehilangan rasa percaya. Ironisnya, banyak pelaku korupsi adalah mereka yang sebelumnya tampil dengan jargon moralitas, agama, bahkan mengaku sebagai pejuang rakyat.
Pemberantasan korupsi memang telah dilakukan. Banyak yang ditangkap, diadili, dan dipenjara. Namun, apakah korupsi berkurang? Faktanya, korupsi tetap banyak, hanya berganti wajah, berganti aktor, tetapi pola dan jaringannya tetap hidup. Inilah yang membuat kita sering mengeluh: mengapa hukum di negeri ini tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas?
Di titik inilah, kita perlu sebuah refleksi bersama. Bahwa pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dibebankan pada KPK, kepolisian, atau kejaksaan. Tetapi menjadi tanggung jawab kolektif. Dari seorang pejabat negara hingga pegawai kecil, dari akademisi hingga ulama, dari jurnalis hingga masyarakat sipil, semuanya memiliki peran.
Korupsi hanya bisa diberantas jika ada budaya anti-korupsi yang tumbuh dalam setiap keluarga, sekolah, organisasi, hingga birokrasi.
Baca juga:
Korupsi RSUD dr Iskak Tulungagung, Kejari Tetapkan Dua Orang Tersangka
Namun, refleksi ini tidak boleh berhenti di wacana. Kita kini memiliki presiden baru, Prabowo Subianto, yang dalam pidato dan statemen resminya berulang kali menegaskan komitmennya untuk memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Janji itu kini ditagih rakyat. Kita berharap agar kepemimpinan baru ini benar-benar menghadirkan “bersih-bersih” yang nyata, bukan slogan.
Presiden harus memberi teladan: berani mengambil langkah tegas terhadap siapa pun yang terbukti korup, meskipun ia orang dekat, kolega politik, atau pejabat penting. Sebab jika tidak, bangsa ini akan kembali terjerat dalam lingkaran setan yang sama, yaitu: reformasi tanpa transformasi.
Jumat ini, mari kita renungkan kembali firman Allah dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain dengan jalan yang batil...” (QS. Al-Baqarah: 188). Korupsi adalah bentuk nyata dari memakan harta dengan cara batil, dan ia adalah sumber kehancuran peradaban.
Karena itu, mari kita perkuat komitmen pribadi untuk tidak ikut-ikutan dalam praktik korupsi sekecil apa pun. Mari kita dorong lingkungan sekitar untuk menolak budaya suap, pungli, dan gratifikasi. Dan mari kita kawal janji-janji pemimpin negeri ini agar benar-benar menegakkan keadilan tanpa pandang bulu.
Baca juga:
Korupsi di Indonesia, Mengapa Jadi Berita yang Terasa Biasa?
Korupsi adalah musuh bersama. Jika kita ingin negeri ini benar-benar berdaulat, adil, dan makmur, maka tidak ada jalan lain kecuali bersatu untuk memeranginya.
Semoga Jumat ini menjadi pengingat bagi kita semua: bahwa masa depan bangsa ditentukan oleh keberanian kita melawan korupsi, mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil, mulai dari sekarang.
URL : https://jatimnow.com/baca-79025-jumat-untuk-melawan-korupsi