Pixel Code jatimnow.com

Renggut Puluhan Nyawa di Sumenep, Ini Tips Cegah Penularan Campak

Editor : Yanuar D  
Ilustrasi campak. (Foto: National Institute of Allergy and Infectious Diseases/Unsplash)
Ilustrasi campak. (Foto: National Institute of Allergy and Infectious Diseases/Unsplash)

jatimnow.com - Kementerian Kesehatan mencatat hingga Agustus 2025 terdapat 46 Kejadian Luar Biasa (KLB) campak di Indonesia. Jawa Timur menjadi salah satu wilayah dengan kasus tinggi, khususnya Kabupaten Sumenep yang melaporkan 2.139 kasus suspek campak, dengan 205 kasus terkonfirmasi laboratorium. Per 14 September kemarin 20 anak meninggal dunia. Kondisi ini sejalan dengan laporan World Health Organization (WHO) yang pada 2023 memperkirakan terdapat 107.500 kematian akibat campak di seluruh dunia, sebagian besar pada anak-anak di bawah usia lima tahun.

Studi menunjukkan bahwa campak merupakan penyakit yang sangat menular, bahkan lebih cepat menyebar dibandingkan COVID-19. Satu kasus campak dapat menular ke 14–18 orang, sementara COVID-19 rata-rata hanya 1–6 orang.

Penularan terjadi melalui udara ketika penderita bernapas, batuk, atau bersin. Penyakit ini juga dapat memicu berbagai komplikasi berbahaya, seperti pneumonia, diare berat, hingga radang otak (ensefalitis).

Meski berbahaya, campak sebenarnya bisa dicegah melalui imunisasi. Data Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyebutkan imunisasi campak telah mencegah sekitar 60 juta kematian secara global sejak tahun 2000–2023. Sayangnya, cakupan imunisasi campak di Indonesia masih jauh dari target 95% yang dibutuhkan untuk membentuk kekebalan kelompok (herd immunity).

Dokter Spesialis Anak, Dr. dr. Dominicus Husada, DTM&H, MCTM(TP), Sp.A(K), menjelaskan bahwa gejala awal campak sering disalahartikan sebagai flu, seperti demam, batuk, dan pilek, sebelum berkembang menjadi ruam di seluruh tubuh.

"Pneumonia, diare berat, hingga radang otak (ensefalitis) merupakan komplikasi serius dari campak yang berisiko menimbulkan kecacatan permanen atau bahkan kematian,” terangnya.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian imunisasi campak-rubella (MR) atau MMR sesuai jadwal. Dosis pertama diberikan pada usia 9 bulan dengan vaksin MR, kemudian dosis kedua pada usia 15–18 bulan, serta dosis ketiga atau booster pada usia 5–7 tahun. Bagi anak yang belum menerima vaksin MR hingga usia 12 bulan, vaksin MMR dapat diberikan sebagai dosis pertama, dengan interval 6 bulan untuk dosis kedua, lalu booster pada usia sekolah.

Baca juga:
UNICEF: Imunisasi Massal Jadi Langkah Darurat Tekan Penularan Campak

Selain imunisasi, dr. Dominicus juga membagikan tips pencegahan penularan campak:

1. Hindari kontak langsung dengan penderita.

2. Jaga kebersihan diri dan lingkungan, termasuk cuci tangan rutin dan memastikan ventilasi ruangan baik.

3. Tingkatkan daya tahan tubuh anak dengan gizi seimbang, tidur cukup, dan aktivitas fisik teratur.

Baca juga:
39 Balita di Bangkalan Diduga Terpapar Campak, Dinkes Kirim 13 Spesimen

4. Pastikan imunisasi anak lengkap sesuai jadwal.

Sebagai mitra aktif Kementerian Kesehatan, MSD Indonesia turut mendukung upaya pemerintah menanggulangi kasus campak. dr. Amrilmaen Badawi, Country Medical Lead MSD Indonesia, menegaskan pentingnya kewaspadaan.

"Kasus KLB campak yang terjadi baru-baru ini menjadi alarm bagi kita semua. Jangan menunggu gejala muncul. Mulailah dari langkah sederhana: cek kembali buku imunisasi anak, pastikan dosis MMR lengkap, dan bersama-sama kita lindungi anak-anak agar tumbuh menjadi generasi sehat dan kuat,” ujarnya.