jatimnow.com - Stigma lama yang melekat pada autisme sebagai sebuah penyakit kini harus segera diganti. Menurut Founder dan CEO Malang Autism Colors (MAC), Mohammad Cahyadi, autisme adalah sebuah gangguan tumbuh kembang yang membutuhkan intervensi dini, bukan pengobatan penyakit.
Pernyataan revolusioner ini disampaikan Cahyadi dalam Jagongan Bareng "Autisme Dengan dan Kita" yang digelar di Rumah Literasi Digital (RLD), Jalan Kaca Piring, no 6, Surabaya, Senin (29/9/2025). Acara ini juga menghadirkan Chusnur Ismiati Hendro, SH, MH, M.Ikom, seorang pemerhati autisme, serta dimoderatori oleh Vety Veronica, seorang praktisi humas.
Cahyadi, menjelaskan bahwa pandangan umum termasuk di beberapa literatur lama yang menyebut autisme sebagai penyakit sudah ketinggalan. Penyampaian tersebut tidak sejalan dengan temuan para ilmuwan dan hasil riset terbaru di Amerika Serikat.
"Secara literasi dan office mini (pengertian lama), autisme memang dinyatakan gangguan. Namun, para ilmuwan di Amerika, yang sering meneliti dan melakukan riset intensif, telah menghasilkan hipotesis bahwa autisme bukanlah penyakit," papar Cahyadi.
Setelah melakukan riset mendalam, lulusan S2 Universitas Negeri Malang itu mengungkapkan bahwa autisme adalah gangguan pada tumbuh kembang anak yang memengaruhi tiga aspek utama, yakni Bahasa dan Komunikasi, Perilaku, dan Interaksi sosial.
Founder dan CEO Malang Autism Colors (MAC), Mohammad Cahyadi. (Foto: Ali Masduki/JatimNow.com)
Pria kelahiran Jakarta 1968 itu juga menyoroti pentingnya deteksi dini, sebuah kemajuan signifikan dalam pemahaman autisme.
"Jika generasi sebelumnya deteksi baru bisa dilakukan pada usia 3 tahun, saat ini perkembangannya sudah berubah drastis. Gangguan tumbuh kembang ini sudah bisa dicek dan dideteksi sejak 6 bulan pertama," tandas Cahyadi.
Ia membeberkan, bahwa deteksi sedini mungkin sangat krusial, sebab begitu anak didiagnosis autisme, langkah selanjutnya bukanlah pengobatan, melainkan intervensi perilaku atau program terapi terstruktur.
"Intervensi itu kita melihatnya dari sisi treatment pada saat anak sudah dideteksi autisme. Deteksi harus dilakukan sedini mungkin," ungkap Cahyadi.
Cahyadi menuturkan, dengan membuat program intervensi perilaku segera, semua permasalahan yang timbul dari dampak autisme ini bisa berkurang banyak, sehingga harapannya anak tersebut nantinya bisa mandiri secara sosial dan juga secara ekonomi.
Pada kesempatan ini, Cahyadi menyampaikan pesan pentingnya kewaspadaan dan literasi kepada tiga kelompok orang tua dengan kebutuhan yang berbeda.
Baca juga:
Foto Jurnalistik di Era Disrupsi, Bagaimana Cara Adaptasi?
Pertama, bagi orang tua baru yang belum memiliki anak, ia menyarankan agar memperkaya diri dengan literasi mengenai tumbuh kembang anak secara umum. Cahyadi menekankan bahwa problematika kelahiran anak tidak terbatas pada autisme saja, melainkan juga mencakup speech delay, learning disability, dan berbagai kondisi lainnya.
Dengan semakin sadar akan potensi permasalahan yang ada, orang tua baru akan lebih siap dan terampil dalam menghadapi tantangan yang mungkin timbul.
Selanjutnya, bagi orang tua yang memiliki bayi berusia enam bulan pertama, Cahyadi mengingatkan untuk waspada terhadap perilaku-perilaku yang berbeda dan segera mencari tahu lebih lanjut jika ada tanda-tanda yang meragukan.
Ia menyarankan agar orang tua tidak ragu untuk berkonsultasi dengan dokter ahli jika mendapati tanda-tanda yang mengkhawatirkan pada tumbuh kembang anak. Deteksi dini menjadi kunci untuk memulai intervensi yang tepat dan memaksimalkan potensi anak.
Terakhir, bagi orang tua yang memiliki anak usia lanjut yang sudah mendapatkan intervensi, Cahyadi menekankan pentingnya peran aktif dalam memonitor tumbuh kembang anak setelah menjalani terapi.
Orang tua perlu terus mengamati dan mengevaluasi perkembangan anak, serta menjalin komunikasi yang baik dengan tim terapi untuk memastikan intervensi yang diberikan berjalan efektif dan sesuai dengan kebutuhan anak. Dengan demikian, orang tua dapat menjadi mitra yang aktif dalam proses tumbuh kembang anak dan membantu mereka mencapai potensi terbaiknya.
Oleh karena itu, Cahyadi juga berharap agar masyarakat dapat menanggalkan stigma negatif dan beralih pada dukungan serta upaya deteksi yang lebih proaktif.
Baca juga:
Isnan Jualan Apa Sih di TikTok Sampai Omzet Jutaan?
Pemerhati autisme, Chusnur Ismiati Hendro. (Foto: Ali Masduki/JatimNow.com)
Sementara itu, Chusnur Ismiati Hendro menegaskan pentingnya kesadaran masyarakat mengenai autisme.
"Kesadaran mengenai autisme dan keinginan untuk mencari solusi penanganan sangat penting agar anak-anak ini dapat mencapai potensi maksimal mereka di masa depan," ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa di era digital ini, gadget dapat dimanfaatkan sebagai media deteksi dini.
"Kita bisa membuat aplikasi untuk mengidentifikasi potensi autisme pada anak sebelum mereka berkonsultasi dengan psikolog atau dokter. Dengan persiapan yang matang dan pemahaman yang baik tentang kondisi anak, kita dapat menghindari penolakan atau penyangkalan, dan segera melakukan intervensi yang diperlukan," jelasnya.
Mohammad Cahyadi, Chusnur Ismiati Hendro, dan Vety Veronica, foto bersama usai Jagongan Bareng