Pixel Codejatimnow.com

Menristekdikti Akui Kampus Belum Bersih dari Paham Radikal

Editor : Narendra Bakrie  Reporter : LKBN Antara
Menristekdikti Mohamad Nasir (kiri), membuka Kontes Robot Terbang Indonesia Tingkat Nasional 2019, di Unesa, Selasa (1/10/2019) malam
Menristekdikti Mohamad Nasir (kiri), membuka Kontes Robot Terbang Indonesia Tingkat Nasional 2019, di Unesa, Selasa (1/10/2019) malam

jatimnow.com - Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengaku kecewa terhadap mahasiswa yang menolak pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Kepresidenan Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menristekdikti Mohamad Nasir mengatakan bila ada anggapan bahwa pertemuan itu tertutup, itu tidak benar. Sebab hasilnya akan jadi konsumsi khalayak.

"Saya ngomong tertutup di sini. Nanti disampaikan di luar. Enggak ada tertutup itu, semua bisa kita sampaikan dengan baik. Oleh karena itu kita cukup menyayangkan, mestinya dialog salah satu solusi yang terbaik," ujar Nasir ditemui pada pembukaan Kontes Robot Terbang Indonesia Tingkat Nasional 2019, di Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Surabaya, Selasa (1/10/2019) malam.

Nasir menegaskan, pemerintah tidak bakal mengadakan pertemuan kembali dengan mahasiswa, sehingga pihaknya bakal meminta rektor untuk berdialog dengan mahasiswa, sebagai ganti gagalnya mahasiswa bertemu Jokowi.

"Saya enggak mau memanggil, kalau mau ketemu saya layani. Ya nanti rektornya saya minta untuk ajak bicara di kampusnya sendiri. Presiden enggak bisa ya dengan rektornya, barang kali bisa komunikasi," tutur Nasir.

Mengenai wacana pemberian sanksi kepada rektor yang mahasiswanya ikut demonstrasi, Nasir menyatakan dosen, rektor di perguruan tinggi negeri merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang harus tunduk kepada negara.

Baca juga:
Pemerintah Akan Dirikan Sekolah Penanggulangan Bencana

"Dosen, rektor di PTN pegawai negeri. Dia harus mengikuti ASN dan harus tunduk kepada negara. Enggak bisa main sendiri," jelasnya.

Dia mencontohkan, jika ASN tidak tunduk kepada negara, maka akan terjadi lagi kasus seperti salah satunya dosen di Institut Pertanian Bogor (IPB) berinisial AB yang menjadi tersangka kasus dugaan rencana pelemparan bom molotov di tengah aksi Mujahid 212, Sabtu (28/9/2019).

"Ini contoh dosen perakit bom. Enggak boleh itu. Makanya saya suruh pemeriksaan lebih lanjut oleh polisi. Sanksi hukum akan ada di situ," tambahnya.

Baca juga:
Menristekdikti Ingin Terima Dosen Berkualitas Melalui Tes CPNS

Dengan adanya dosen yang menjadi tersangka kasus dugaan rencana pelemparan bom molotov, Nasir mengakui paham radikal masih ada di kampus-kampus.

"Saya rasa masih ada. Belum bisa bersih. Kemarin ada penangkapan seorang dosen yang merakit bom. Ini sudah ditangani pihak berwajib dan sudah diselidiki. Akan ada sanksi," tutup Nasir.