Pixel Codejatimnow.com

Akses Masuk Numpang, Warga Dharmahusada Mas Surabaya Mengadu ke DPRD

Editor : Sandhi Nurhartanto  Reporter : Arif Ardianto
Warga perumahan Dharmahusada Mas mengadu ke DPRD Surabaya
Warga perumahan Dharmahusada Mas mengadu ke DPRD Surabaya

jatimnow.com - Warga perumahan Dharmahusada Mas, Kecamatan Mulyorejo mengadukan permasalahan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) atau yang dikenal dengan fasum-fasos ke DPRD Kota Surabaya, Kamis (5/12/2019).

"Hitung-hitungan warga, pembangunan perumahan sudah melebihi 90 persen. Kalaupun ada tanah kosong, itu kebanyakan tanah kavling siap jual dan kami duga juga sudah laku. Jadi sesuai aturan, pengembang sudah waktunya menyerahkan PSU ke Pemkot Surabaya," jelas Suyono Salim, perwakilan warga yang juga menjadi Ketua RW XII.

Perumahan Dharmahusada Mas adalah perumahan di Kelurahan Mulyorejo, Kecamatan Mulyorejo yang dibangun oleh pengembang PT Aneka Bangunan Mulya Jaya pada akhir tahun 1990-an silam.

Perumahan ini sekarang berada di belakang apartamen Grand Dharmahusada Lagoon yang sedang dalam tahap pembangunan.

Ia meneruskan, warga pernah menyoal hal yang sama tahun 2010 lalu. Katanya, Wali Kota Surabaya kala itu juga sudah resmi menagih penyerahan PSU tersebut.

Namun upaya ini terpental karena pengembang salah satunya berdalih ada lahan kosong yang luas di bagian depan perumahan.

"Sekarang, lahan kosong itu sudah jadi apartemen. Dan praktis sudah tidak ada lagi pembangunan kawasan," ujarnya.

Teddy H Sungguh, salah seorang perwakilan warga lainnya menerangkan keberadaan apartemen ini makin mengaburkan jalan akses keluar-masuk perumahan.

Warga menduga, akses masuk yang selama ini dilewati warga adalah milik perumahan Sutorejo Indah dan milik apartemen Grand Dhramahusada Lagoon.

"Jadi kami menumpang. Kalau dua perumahan itu menutup jalannya, lalu kami harus lewat mana," lanjutnya.

Teddy juga menyinggung peran pengurus RT-RW yang dikerdilkan dengan hanya mengurusi administrasi kependudukan. Hal-hal seperti keamanan, kebersihan dan lingkungan sosial sepenuhnya ditangani pengembang.

Padahal, dulu ketika semua diurusi RT-RW, hasilnya bagus dan tidak ada keluhan, Akibatnya, lanjut Teddy, ketika warga tertimpa masalah, seperti saat rumah-rumah mereka rusak akibat pembangunan apartemen, pengurus RT-RW tak bisa berbuat apa-apa.

"Kalau RT-RW cuma ngurusi Suket (Surat Keterangan), buat apa susah-susah dibentuk," katanya.

Dengan masih digandoli pengembang, katanya, warga juga tidak bisa sepenuhnya memanfaatkan fasum - fasos, seperti lapangan tenis dan basket, taman, dan balai RW.

"Jalan rusak, got tersendat juga tak kunjung dibereskan," paparnya.

Baca juga:
Jual Perumahan Bodong, Direktur PT Armandita Jaya Perkasa Dibekuk Polisi

Arif Budi Santoso, kuasa hukum warga mengatakan permasalahan PSU tidak perlu berlarut-larut jika Pemkot Surabaya mau transparan dan membuka dokumen Rencana Tapak (Site Plan dan Zoning) yang berisi jenis, lokasi dan luasan.

Warga sudah berulang kali menanyakan hal ini ke pemkot, terakhir melalui surat tanggal 18 Oktober 2019 lalu, namun hingga kini belum ada respon.

"Termasuk soal akses jalan utama perumahan itu pasti ada di site plan, dimana posisinya dan berapa panjang serta lebarnya. Dan mana yang jalan milik perumahan Sutorejo dan milik apartemen. Tapi selama ini site plan terus ditutup-tutupi," ujar Arif.

Dalam hearing dengan komisi C tersebut, Arif meminta semua dinas terkait maupun pengembang mau buka-bukaan data agar masalahnya segera klir dan warga tidak lagi resah. Terlebih sekarang pengembang juga sudah mulai main lapor polisi terhadap warga yang vokal.

"Kami mohon perlindungan hukum kepada dewan. Dulu ketika warga protes tahun 2010 beberapa orang dilaporkan polisi. Sekarang pun dilaporkan pencemaran nama baik. Padahal, warga ini hanya ingin memperjuangkan haknya yang dilanggar," ujarnya.

Arif juga mengingatkan keterpenuhan syarat minimal 30 persen PSU yang harus dipenuhi oleh pengembang, sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat butir a Perda Kota Surabaya Nomor 7/2010 tentang penyerahan PSU.

Artinya, kata Arif, jika lahan yang disediakan pengembang tak mencapai 30 persen, maka mereka harus menyediakan lahan pengganti dan/atau membayar ganti kerugian.

Menanggapi keluhan warga ini, Ketua Komisi C Baktiono mengatakan kalau pembangunan sudah 90 persen sudah seharusnya pengembang menyerahkan PSU ke pemkot. Kalau tidak, katanya, pemkot harus menagih.

Baca juga:
Bisnis Properti Lesu, Kahuripan Nirwana Sidoarjo Tambah Koleksi Hunian Tipe Baru

"Ini aturan yang ada di Perda. Harus kita tegakkan. Kalau tidak nanti makin banyak pengembang yang terus menunda-nunda penyerahan PSU," kata Baktiono.

Warga, lanjut Baktiono, juga tidak boleh dikriminalkan ketika mereka memperjuangkan sesuatu yang menjadi haknya. Yang harus dilakukan, semua duduk bersama mencari solusi terbaik.

"Apalagi pengembang khan sudah dapat untung banyak, tolong-lah apa yang menjadi kewajibannya dipenuhi. Bukan malah berkonflik dengan warga," kata Baktiono yang juga Sekretaris DPC PDIP Surabaya ini.

Wakil Ketua Komisi C, Aning Rahmawati menambahkan, pemkot harus mengecek apakah dengan beralihya lahan kosong menjadi apartemen tersebut kewajiban pengembang 30 persen sudah tepenuhi.

"Pemkot harus mengecek itu agar semua klir," katanya.

Ketua Komisi C yang memimpin rapat memutuskan untuk mengundang semua pihak terkait yang ujungnya nanti agar kewajiban penyerahan PSU bisa segera dilakukan.

"Ini baru awal. Nanti semua pihak dipanggil, termasuk pemilik dari pengembangnya juga diundang. Kalau hanya PT-nya saja, ganti tempat mereka bisa gonta-ganti nama," kata Baktiono.